Kamis, 28 Januari 2010

Makalah : PENGARUH BUDAYA TERHADAP PERILAKU ORGANISASI


Makalah ini diajukan untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. M. Darwis Hude, M.Si
Dipresentasikan Oleh : Siti Komariah



I.PENDAHULUAN

Perilaku organisasi hakikatnya mendasarkan pada ilmu perilaku itu sendiri yang dikembangkan dengan pusat perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam suatu organisasi. Kerangka dasar bidang pengetahuan ini harus didukung paling sedikit dua komponen, yakni individu-individu yang berperilaku dan organisasi formal sebagai wadah dari perilaku itu. Ciri peradaban manusia yang bermasyarakat senantiasa ditandai dengan keterlibatannya dalam suatu organisasi tertentu. Itu berarti bahwa manusia tidak bisa melepaskan dirinya untuk tidak terlibat pada kegiatan-kegiatan berorganisasi.

Pendekatan perilaku dalam organisasi mempertaruhkan bahwa manusia dalam organisasi adalah suatu unsur yang kompleks, dan karena adanya suatu kebutuhan pemahaman teori yang didukung oleh riset yang empiris sangat diperlukan sebelum diterapkan dalam mengelola manusia itu sendiri secara efektif. Untuk memahami aspek-aspek manusia sebagai suatu dimensi dalam organisasi maka diperlukan pendekatan ilmu perilaku organisasi.

Dalam sebuah organisasi juga terdapat budaya organisasi. Sebagaimana budaya-budaya suku memiliki totem dan pantangan yang mengatur bagaimana masing-masing anggota suku bertindak terhadap sesama anggota suku dan terhadap orang dari luar suku, maka suatu organisasi juga memiliki budaya yang mengatur bagaimana anggota-anggotanya bersikap.
Pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku organisasi amat signifikan. Karena itu menciptakan budaya organisasi yang sifatnya unik untuk setiap organisasi amatlah penting. Untuk itu pada makalah ini akan dibahas mengenai budaya organisasi dan pengaruhnya terhadap perilaku organisasi.





II.PEMBAHASAN

A.BUDAYA ORGANISASI


Masyarakat terdiri dari manusia dan budayanya. Para ahli antropologi sering kali menggunakan istilah sociocultural. Mereka berpendapat bahwa budaya suatu bangsa dipelajari, diyakini bersama, dan bahwa budaya tersebut mendefinisikan batasan untuk berbagai kelompok yang berbeda dan berbagai aspek budaya nasional, oleh karena itu, budaya nasional merupakan suatu gabungan total dari keyakinan, ritual, peraturan, adat, artifak, dan institusi yang menentukan ciri populasi tersebut.
Nilai, norma, adat, dan ritual budaya tidak muncul begitu saja, tetapi berkembang melalui evolusi dan dipengaruhi oleh politik, agama, bahasa, dan aspek budaya yang lain. Individu dan kelompok dalam masyarakat memainkan suatu peran dalam perjalanan yang ditempuh oleh budaya selama beberapa waktu.
Budaya dan sub – budaya suatu bangsa mempengaruhi bagaimana transaksi organisasi dilakukan. Pengetahuan, rasa hormat, rasa fleksibilitas dalam mengikuti perbedaan budaya nasional telah menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan oleh manajer dalam rencana yang mereka buat. Belajar bekerjasama dalam sebuah dunia yang dipengaruhi oleh perbedaan budaya nasional menjadi persyaratan utama manajemen yang efektif. Manajemen perlu memahami budaya nasional dan berbagai karakteristik budaya organisasi.

1. Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi memiliki makna yang luas, antara lain:
Menurut Luthans ( 1998 ), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi.
Sarplin ( 1995 ) mendefinisikan budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi.
Schein ( 1992 ) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu, dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.
Menurut Mondy dan Noe ( 1996 ), budaya organisasi adalah sistem dari shared values, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku.
Hodge, Anthony dan Gales ( 1996 ) mendefinisikan budaya organisasi sebagai konstruksi dari dua tingkat karakteristik, yaitu karakteristik organisasi yang kelihatan ( observable ) dan yang tidak kelihatan ( unobservable ).

Pada level observable, budaya organisasi mencakup beberapa aspek organisasi seperti arsitektur, seragam pola perilaku, peraturan, legenda, mitos, bahasa, dan seremoni yang dilakukan perusahaan. Sedangkan pada level unobservable, budaya organisasi mencakup shared values, norma-norma, kepercayaan, asumsi-asumsi para anggota organisasi untuk mengelola masalah dan keadaan-keadaan disekitarnya.
Budaya organisasi juga mengacu ke sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain.
Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu. Riset paling baru mengemukakan tujuh karakteristik primer berikut yang bersama-sama menangkap hakikat dari budaya organisasi.
a.Inovasi dan pengambilan resiko
b.Perhatian terhadap detail
c.Orientasi hasil
d.Orientasi orang
e.Orientasi tim
f.Keagresifan
g.Kemantapan

Setiap karakteristik tersebut berada pada kontinum dari rendah ke tinggi. Maka dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran gabungan atas budaya organisasi itu. Gambaran itu menjadi dasar bagi perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, cara penyelesaian urusan di dalamnya, dan cara para anggota diharapkan berperilaku.


2.Peran Budaya Organisasi

Dari pengertian budaya organisasi di atas, tampak bahwa budaya organisasi memiliki peran yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektifitas kinerja organisasi, khususnya kinerja manajemen dan kinerja ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peran budaya organisasi adalah sebagai alat untuk menentukan arah organisasi, mengarahkan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan sumber daya dan mengelola sumber daya organisasional, dan juga sebagai alat untuk menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan internal dan eksternal.



3.Tingkat Budaya


Schein membagi ke dalam tiga tingkatan budaya, yaitu:
a.Artifacts, yaitu struktur dan proses organisasional purba yang dapat diamati tapi sulit ditafsirkan.
b.Espaused Values, yaitu tujuan, strategi dan filsafat
c.Basic Underlaying Assumptions, yaitu kepercayaan, persepsi, perasaan yang menjadi sumber nilai dan tindakan.
Jika dihubungkan dengan nilai, tingkatan budaya dapat dibagi menurut kuantitas dan kualitas sharing ( keberbagian ) suatu nilai dalam masyarakat:
•Semakin banyak anggota masyarakat ( aspek kuantitatif ) yang menganut, memiliki dan menaati suatu nilai, maka semakin tinggi tingkat budayanya.
•Semakin mendasar penataan nilai ( aspek kualitatif ), semakin kuat budayanya


4.Fungsi Budaya

Budaya memiliki beberapa fungsi di dalam suatu organisasi, antara lain:
a.Budaya memiliki suatu peran batas-batas penentu, yaitu budaya menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.
b. Budaya berfungsi untuk menyampaikan rasa identitas kepada anggota-anggota organisasi
c.Budaya mempermudah penerusan komitmen hingga mencapai batasan yang lebih luas, melebihi batasan ketertarikan individu
d.Budaya mendorong stabilitas sistem sosial. Budaya merupakan suatu ikatan sosial yang membantu mengikat kebersamaan organisasi dengan menyediakan standar-standar yang sesuai mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan karyawan.
e.Budaya bertugas sebagai pembentuk rasa dan mekanisme pengendalian yang memberikan panduan dan bentuk perilaku serta sikap karyawan
5.Hal-hal yang Mempengaruhi Budaya Organisasi
Menurut Piti Sithi-Amnuai bahwa pembentukan budaya organisasi terjadi tatkala anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah-masalah yang menyangkut perubahan eksternal maupun masalah internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi.
Pembentukan budaya akademisi dalam organisasi diawali oleh para pendiri (founder) institusi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan organisasi.
Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber baik orang yang sepaham dan setujuan dengan dia (SDM), biaya dan teknologi.
Mereka meletakan dasar organisasi berupa susunan organisasi dan tata kerja.

Menurut Vijay Sathe dengan melihat asumsi dasar yang diterapkan dalam suatu organisasi yang membagi “Sharing Assumption” Sharing berarti berbagi nilai yang sama atau nilai yang sama dianut oleh sebanyak mungkin warga organisasi. Asumsi nilai yang berlaku sama ini dianggap sebagai faktor-faktor yang membentuk budaya organisasi yang dapat dibagi menjadi :
Share things, misalnya pakaian seragam seperti pakaian Korpri untuk PNS, batik PGRI yang menjadi ciri khas organisasi tersebut.
Share sayings, misalnya ungkapan-ungkapan bersayap, ungkapan slogan, pemeo seprti didunia pendidikan terdapat istilah Tut wuri handayani, Baldatun thoyibatun wa robbun ghoffur diperguruan muhammadiyah.
Share doing, misalnya pertemuan, kerja bakti, kegiatan sosial sebagai bentuk aktifitas rutin yang menjadi ciri khas suatu organisasi seperti istilah mapalus di Sulawesi, nguopin di Bali.
Share feeling, turut bela sungkawa, aniversary, ucapan selamat, acara wisuda mahasiswa dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut pendapat dari Dr. Bennet Silalahi bahwa budaya organisasi harus diarahkan pada penciptaan nilai (Values) yang pada intinya faktor yang terkandung dalam budaya organisasi harus mencakup faktor-faktor antara lain: : keyakinan, nilai, norma, gaya, kredo dan keyakinan terhadap kemampuan pekerja
Untuk mewujudkan tertanamnya budaya organisasi tersebut harus didahului oleh adanya integrasi atau kesatuan pandangan barulah pendekatan manajerial yang bisa dilaksanakan antara lain berupa :
Menciptakan bahasa yang sama dan warna konsep yang muncul.
Menentukan batas-batas antar kelompok.
Distribusi wewenang dan status.
Mengembangkan syariat, tharekat dan ma’rifat yang mendukung norma kebersamaan.
Menentukan imbalan dan ganjaran
Menjelaskan perbedaan agama dan ideologi.

Selain share assumption dari Sathe, faktor value dan integrasi dari Bennet ada beberapa faktor pembentuk budaya organisasi lainnya dari hasil penelitian David Drennan selama sepuluh tahun telah ditemukan dua belas faktor pembentuk budaya organisasi /perusahaan/budaya kerja/budaya akdemis yaitu :
Pengaruh dari pimpinan /pihak yayasan yang dominan
Sejarah dan tradisi organisasi yang cukup lama.
Teknologi, produksi dan jasa
Industri dan kompetisinya/ persaingan.
Pelanggan/stakehoulder akademis
Harapan perusahaan/organisasi
Sistem informasi dan kontrol
Peraturan dan lingkungan perusahaan
Prosedur dan kebijakan
Sistem imbalan dan pengukuran
Organisasi dan sumber daya
Tujuan, nilai dan motto.



B.PERILAKU ORGANISASI

Memahami perilaku orang dalam organisasi kini dianggap penting karena perhatian manajemen seperti produktivitas karyawan, kualitas kehidupan kerja, tekanan pekerjaan, dan kemajuan karir terus menjadi berita utama,
Pandangan multidisiplin dari perilaku organisasi mengilustrasikan sejumlah poin penting. Pertama, perilaku organisasi merupakan suatu cara berpikir. Perilaku dipandang beroperasi pada tingkat individu, kelompok, dan organisasi. Pendekatan ini menyarankan bahwa ketika kita mempelajari perilaku organisasi, kita harus mengidentifikasikan dengan jelas tingkat analisis yang digunakan (individu, kelompok, atau organisasi. Kedua, perilaku organisasi adalah multidisiplin. Ini berarti bahwa ilmu ini menggunakan prinsip, model, teori, dan metode dari berbagai disiplin yang lain. Ketiga, terdapat orientasi humanistik yang tampak jelas dalam perilaku organisasi. Orang dan sikap, persepsi, kapasitas pembelajaran, perasaan, dan tujuan mereka merupakan hal yang penting bagi organisasi. Keempat, bidang perilaku organisasi berorientasi pada kinerja. Kelima, karena bidang perilaku organisasi sangat bergantung pada disiplin yang diakui, peran metode ilmiah dalam mempelajari variabel dan hubungan dianggap penting. Karena metode ilmiah digunakan dalam penelitian mengenai perilaku organisasi, serangkaian prinsip dan petunjuk mengenai apa yang membentuk penelitian yang baik telah muncul. Keenam, bidang perilaku organisasi memiliki orientasi penerapan yang jelas, bidang ini berkaitan dengan pencarian akan jawaban yang berguna bagi pertanyaan yang muncul dalam konteks pengelolaan organisasi.


1.Pengertian Perilaku Organisasi

Perilaku organisasi memiliki beberapa pengertian antara lain:
a.Perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu.
b.Menurut Larry L Cummings bahwa perilaku organisasi adalah suatu cara berpikir, suatu cara untuk memahami persoalan-persoalan dan menjelaskan secara nyata hasil-hasil penemuan berikut tindakan-tindakan pemecahan.
c.Menurut Joe Kelly bahwa perilaku organisasi dapat dirumuskan sebagai suatu sistem studi dari sifat organisasi, seperti misalnya: bagaimana organisasi dimulai, tumbuh dan berkembang, dan bagaimana pengaruhnya terhadap anggota-anggota sebagai individu, kelompok-kelompok pemilih, organisasi-organisasi lainnya dan institusi-institusi yang lebih besar


Serentetan definisi tentang perilaku organisasi selalu titik awal pemberangkatannya dimulai dari perilaku manusia dan atau lebih banyak menekankan pada aspek-aspek psikologi dari tingkah laku individu.
Hal-hal lain yang kiranya bisa dipertimbangkan, seperti yang dijelaskan oleh Duncan, antara lain:
Studi perilaku organisasi termasuk di dalamnya bagian-bagian yang relevan dari semua ilmu tingkah laku yang berusaha menjelaskan tindakan-tindakan manusia di dalam organisasi.
Perilaku organisasi sebagaimana suatu disiplin mengenal bahwa individu dipengaruhi oleh bagaimana pekerjaan diatur dan siapa yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya.
Walaupun dikenal adanya keunikan pada individu, namun perilaku organisasi masih memusatkan pada kebutuhan manajer untuk menjamin bahwa keseluruhan pekerjaan bisa dijalankan.

Larry L Cummings memberikan suatu analisis perbedaan antara perilaku organisasi dengan disiplin lain yang erat hubungannya dengan ilmu perilaku. Menurut Cummings perbedaan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Perbedaan antara perilaku organisasi dengan psikologi organisasi, antara lain : psikologi organisasi membatasi konstruksi penjelasannya pada tingkat psikologi saja, akan tetapi perilaku organisasi konstruksi penjelasannya berasal dari multi disiplin. Kesamaan keduanya adalah kedua bidang tersebut menjelaskan perilaku orang-orang di dalam suatu organisasi.
Perbedaan antara perilaku organisasi dengan teori organisasi didasarkan pada dua perbedaan antaranya unit analisisnya dan pusat variabel tak bebas. Perilaku organisasi dirumuskan sebagai suatu studi dari tingkah laku individu dan kelompok di dalam suatu organisasi dan penerapan dari ilmu pengetahuan tertentu. Teori organisasi adalah studi tentang susunan, proses, dan hasil-hasil dari organisasi itu sendiri.
Perbedaan antara perilaku organisasi dengan personnel dan Human Resources adalah bahwa perilaku organisasi lebih menekankan pada orientasi konsep , sedangkan personnel dan human resources menekankan pada teknik dan teknologi.

Perilaku organisasi dapat dipahami lewat suatu penelaahan dari bagaimana organisasi itu dimulai, tumbuh, dan berkembang, dan bagaimana pula suatu struktur, proses, dan nilai dari suatu sistem tumbuh bersama-sama yang memungkinkan mereka dipelajari dan disesuaikan pada lingkungan.

2.Tujuan Perilaku Organisasi
Tujuan dari perilaku organisasi adalah untuk membantu menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan perilaku manusia.

a.Penjelasan

Ketika kita mencari jawaban dari mengapa seseorang atau sekelompok orang melakukan sesuatu, kita sebenarnya sedang mencari penjelasan mengenai tujuannya. Dari sudut pandang manajemen, tujuan ini dipandang kurang begitu penting dibandingkan dengan dua sasaran lainnya, karena sasaran tersebut terjadi setelah adanya fakta. Namun, jika kita ingin memahami sebuah fenomena, kita harus memulai dengan mencoba menjelaskannya. Selanjutnya, kita dapat menggunakan pemahaman ini untuk menentukan penyebabnya.

b.Prediksi

Tujuan dari melakukan prediksi adalah untuk memfokuskan diri pada kejadian di masa mendatang. Prediksi berusaha menentukan hasil apa yang akan didapatkan dari suatu tindakan tertentu. Seorang manajer sebuah dari pabrik kecil yang berusaha memperkirakan bagaimana reaksi para karyawan terhadap pemasangan peralatan robot baru, telah melakukan prediksi. Berdasarkan ilmu perilaku organisasi, manajer tersebut dapat meramalkan reaksi perilaku terhadap perubahan. Tentu saja terdapat berbagai cara untuk mengimplementasikan perubahan besar tersebut. Jadi manajer dapat memperkirakan tanggapan para karyawan terhadap beberapa intervensi perubahan. Dengan cara ini manajer dapat mengantisipasi pendekatan mana yang akan menghasilkan tingkat resistensi karyawan yang paling rendah dan menggunakan informasi ini dalam pengambilan.

c.Pengendalian

Tujuan perilaku organisasi adalah menggunakan ilmu perilaku organisasi untuk mengendalikan perilaku untuk meningkatkan efektivitas pekerjaan mereka.


III.PENUTUP

Kesimpulan

Budaya sangat berpengaruh sekali terhadap perilaku dalam sebuah organisasi. Karena budaya organisasi melibatkan ekspektasi, nilai, dan sikap bersama yang dapat memberikan pengaruh pada individu, kelompok, dan proses organisasi. Budaya organisasi juga sebagai perspektif untuk memahami perilaku individu dan kelompok dalam suatu organisasi.



DAFTAR PUSTAKA


Ndraha, Taliziduhu, Budaya Organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999

John M. Ivancevich, Robert Konopaske, Michael T. Matteson, Perilaku dan Manajemen Organisasi, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2007

Robbins, Stephen P. Prinsip – prinsip Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2002

Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Indeks, 2006

Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Wahab, Abdul Azis, Anatomi organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan, Bandung:, penerbit Alfabeta, 2008

http://blok.Poltek.Malang ac.id//20090526// Budaya Organisasi

Makalah : PERFORMANCE APPRAISAL




makalah PENILAIAN PRESTASI KERJA(PERFORMANCE APPRAISAL) untuk memenuhi mata kuliah Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM)
Dosen pengampu : Drs. Eddy Kurnia, MM
Dipresentasikan Oleh : Nurdin Merza dan yatman Firmansyah


I.Pendahuluan

Penilaian kinerja merupakan bagian penting dari suatu organisasi, karena berpengaruh terhadap manajemen pengembangan sumber daya manusia. Dubrin, et. al, (1996), mengatakan bahwa penilaian kinerja memiliki 2 (dua) kepentingan yaitu kepentingan bagi karyawan dan bagi organisasi. Bagi karyawan dapat memberikan umpan balik tentang kemampuan, kekurangan-kekurangan dan potensi-potensi yang ada, yang pada gilirannya nanti dapat dikembangkan untuk meningkatkan kinerja, sedang bagi organisasi sangat penting arti dan peranannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan karyawan, promosi, pemberian imbalan, dan berbagai aspek lain.
Apa yang dinilai di dalam penilaian kinerja individu karyawan berhubungan dengan apa yang ingin dicapai oleh organisasi secara keseluruhan, karena itu sebaiknya seluruh proses "performance management" (PM), mulai dari perencanaan kerja, review dan penilaian prestasi kerja karyawan dilakukan pada saat yang bersamaan di dalam seluruh bagian organisasi.
Perencanaan kerja individu pada PM umumnya dilakukan dengan mengacu pada apa yang ingin dicapai oleh organisasi (strategic atau business plan) yang ujung-ujungnya mengacu pada visi dan misi organisasi. Aktivitas ini umumnya dilakukan pada awal tahun setelah rencana kerja organisasi ditetapkan. Proses berikutnya adalah review, dimana karyawan menilai hasil kerja yang ada berdasarkan target yang telah ditetapkan pada awal tahun. Aktivitas yang terakhir adalah rewarding, dimana karyawan mendapatkan reward (bonus/kenaikan gaji/promosi/mutasi dll) berdasarkan hasil penilaian kinerja yang telah dilakukan. Kegiatan ini umumnya dilakukan pada akhir tahun. Setelah selesai, proses PM pun kembali berulang kepada proses perencanaan kerja periode berikutnya, dan seterusnya diikuti oleh proses-proses selanjutnya.


II.PEMBAHASAN

A.Pengertian
Penilaian kinerja sendiri memiliki beberapa pengertian yaitu:
1.Suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokusnya adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga karyawan, organisasi, dan masyarakat semuanya memperoleh manfaat. (Schuler & Jackson, 1996:3)
2.Proses evaluasi prestasi atau unjuk kerja pegawai yang dilakukan oleh organisasi. Melalui kegiatan ini, para manajer atau sepervisor bisa memperoleh data tentang bagaimana pegawai bekerja.
3.Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolak ukur kerja individu.
Menurut Robbins (1996) yang dikutip oleh Rivai dan Basri dalam bukunya yang berjudul performance apprasial, pada halaman 15 menyatakan bahwa ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu yaitu:
a) Tugas individu
b)Perilaku individu
c)dan ciri individu

Penilaian prestasi didefinisikan sebagai suatu prosedur yang mencakup :
1.Menetapkan standar kerja;
2.Menilai prestasi kerja pegawai secara nyata dibandingkan dengan standar kerja yang telah ditetapkan;
3.Memberikan umpan balik kepada pegawai dengan tujuan untuk memotivasi pegawai agar meninggalkan prestasi yang buruk dan mempertahankan, bahkan meningkatkan prestasi yang sudah baik.

Dari beberapa pengertian kinerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya, sesuai dengan standar kriteria yang ditetapkan dalab pekerjaan itu. Prestasi yang dicapai ini akan menghasilkan suatu kepuasan kerja yang nantinya akan berpengaruh pada tingkat imbalan. Suatu kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. Kinerja individu sendiri dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya. Dalam hal ini dibutuhkan suatu evaluasi, yang kemudian dikenal dengan penilaian kinerja.
Penilaian kinerja merupakan metode mengevaluasi dan menghargai kinerja yang paling umum digunakan. Dalam penilaian kinerja melibatkan komunikasi dua arah yaitu antara pengirim pesan dengan penerima pesan sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik. Penilaian kinerja dilakukan untuk memberi tahu karyawan apa yang diharapkan pengawas untuk membangun pemahaman yang lebih baik satu sama lain. Penilaian kinerja menitikberatkan pada penilaian sebagai suatu proses pengukuran sejauh mana kerja dari orang atau sekelompok orang dapat bermanfaat untuk mencapai tujuan yang ada.



B.Manfaat penilaian kerja

Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar bagi mereka mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan. (Rivai & Basri, 2004:55). Pihak-pihak yang berkepentingan dalam penilaian adalah:
(1)Orang yang dinilai (karyawan)
(2)Penilai (atasan, supervisor, pimpinan, manager, konsultan) dan
(3)Perusahaan.
Gary Dessler menyebutkan beberapa alasan pentingnya penilaian prestasi kerja, yaitu :
1.Memberikan informasi untuk keputusan promosi dan gaji;
2.Memberikan peluang bagi karyawan itu sendiri dan supervisornya untuk meninjau perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan;
3.Penilaian prestasi kerja merupakan pusat bagi proses perencanaan karier.

Sementara itu, Wenther dan Davis menyebutkan manfaat atau kegunaan penilaian prestasi kerja, seperti uraian berikut :
1.Memperbaiki prestasi kerja.
2.Untuk dapat melakukan penyesuaian kompensasi.
3.Untuk bahan pertimbangan penempatan (promosi, transfer, dan demosi)
4.Untuk menetapkan kebutuhan latihan dan pengembangan.
5.Untuk membantu perencanaan dan pengembangan karier.
6.Untuk dapat mengetahui kekurangan-kekurangan dalam proses penempatan staf (staffing process deficiencies).
7.Untuk dapat dijadikan patokan dalam menganalisis informasi analisis jabatan.
8.Untuk mendiagnosis kesalahan-kesalahan rancangan jabatan.
9.Mencegah adanya deskriminasi.

Schultz mengemukakan bahwa manfaat penilaian banyak sekali, antara lain adalah sebagai berikut :
1.Untuk meningkatkan cara perhitungan, terutama mengenai penghasilan.
2.Sebagai umpan balik untuk introspeksi dan retrospeksi perilaku kerja dan sebagai bahan pemberian konseling.
3.Sebagai bahan untuk memberikan promosi atau mutasi.
4.Sebagai bahan pertimbangan untuk menempatkan seseorang tenaga kerja tetap berada pada posisi yang itu-itu saja.
5.Sebagai bahan perencanaan keberhasilan pelaksanaan tugas lebih lanjut.
6.Untuk memudahkan seseorang dari tempat job satu ke job lainnya.
7.Untuk perencanaan tenaga kerja.
8.Untuk dasar memberikan bonus atau prestasi yang di atas normal
9.Untuk bahan lebih lanjut dalam evaluasi dan pengembangan program pelatihan
10.Sebagai wahana terciptanya komunikasi
11.Untuk bahan evaluasi validasi tes dan prosedur seleksi
12.Sebagai pengembangan kegiatan pengawasan atau sistem kendali.
13.Sebagai bahan pertimbangan dalam peningkatan dan pengembangan potensi perilaku.


(1) Manfaat bagi karyawan yang dinilai

Bagi karyawan yang dinilai, keuntungan pelaksanaan penilaian kinerja adalah :
Meningkatkan motivasi
Meningkatkan kepuasan hidup
Adanya kejelasan standard hasil yang diterapkan mereka
Umpan balik dari kinerja lalu yang kurang akurat dan konstruktif.
Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi lebih besar
Pengembangan tantang pengetahuan dan kelemahan menjadi lebih besar, membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal mungkin
Adanya kesempatan untuk berkomunikasi ke atas
Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi
Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan dan bagaimana mereka mengatasinya
Suatu pemahaman jelas dari apa yang diharapkan dan apa yang perlu untuk dilaksanakan untuk mencapai harapan tersebut
Adanya pandangan yang lebih jelas tentang konteks pekerjaan
Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apa pun dorongan atau pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi cita-cita karyawan
Meningkatkan hubungan yang harmonis dan aktif dengan atasan


(2)Manfaat bagi penilai (supervisor/manager/konsultan)
Bagi penilai, manfaat pelaksanaan penilaian kinerja (Rivai&Basri, 2004 : 60) adalah;
Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan kinerja karyawan untuk perbaikan manajeman selanjutnya
Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum tentang pekerjaan individu dan departemen yang lengkap
Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik untuk pekerjaan manajer sendiri, maupun pekerjaan dari bawahannya
Identifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai pribadi
Peningkatan kepuasan kerja
Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan, tentang rasa takut, rasa grogi, harapan, dan aspirasi mereka
Menigkatkan kepuasan kerja baik terhadap karyawan dari para manajer maupun dari para karyawan
Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilai dengan memberikan pandangan yang lebih baik terhadap bagaimana mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih besar kepada perusahaan
Meningkatkan rasa harga diri yang kuat diantara manajer dan juga para karyawan, karena telah berhasil mendekatkan ide dari karyawan dengan ide para manajer
Sebagai media untuk mengurangi kesejangan antara sasaran individu dengan sasaran kelompok atau sasaran departemen SDM atau sasaran perusahaan
Kesempatan bagi para manajer untuk menjelaskan pada karyawan apa yang sebenarnya diingikan oleh perusahaan dari para karyawan sehingga para karyawan dapat mengukur dirinya, menempatkan dirinya, dan berjaya sesuai dengan harapan dari manajer
Sebagai media untuk menigkatkan interpersonal relationship atau hubungan antara pribadi antara karyawan dan manajer
Dapat sebagai sarana menimgkatkan motivasi karyawan dengan lebih memusatkan perhatian kepada mereka secara pribadi
Merupakan kesempatan berharga bagi manajer agar dapat menilai kembali apa yang telah dilakukan sehingga ada kemungkinan merevisi target atau menyusun prioritas kembali
Bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi atau perubahan tugas karyawan



(3) Manfaat bagi perusahaan

Perbaikan seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan karena :
Komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan dan nilai budaya perusahaan
Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas
Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk menggunakan keterampilan dan keahlian memimpinnya untuk memotivasi karyawan dan mengembangkan kemauan dan keterampilan karyawan
Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh masing-masing karyawan
Meningkatkan kualitas komunikasi
Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan
Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan perusahaan
Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh setiap karyawan
Harapan dan pandangan jangka panjang dapat dikembangkan
Untuk mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan
Kemampuan menemu kenali setiap permasalahan
Sebagai sarana penyampaian pesan bahwa karyawan itu dihargai oleh perusahaan
Budaya perusahaan menjadi mapan. Setiap kelalaian dan ketidakjelasan dalam membina sistem dan prosedur dapat dihindarkan dan kebiasaan yang baik dapat diciptakan dan dipertahankan

Karyawan yang potensil dan memungkinkan untuk menjadi pimpinan perusahaan atau sedikitnya yang dapat dipromosikan menjadi lebih mudah terlihat, mudah diidentifikasikan, mudah dikembangkan lebih lanjut, dan memungkinkan peningkatan tanggung jawab secara kuat

Jika penilaian kinerja ini telah melembaga dan keuntungan yang diperoleh perusahaan menjadi lebih besar, penilaian kinerja akan menjadi salah satu sarana yang paling utama dalam meningkatkan kinerja perusahaan


C.Tujuan penilaian kinerja

Schuler dan jackson dalam bukunya yang berjudul Manajemen sumber daya manusia edisi keenam, jilid kedua pada tahun 1996 menjelaskan bahwa sebuah studi yang dilakukan akhir-akhir ini mengidentifikasi ada dua puluh macam tujuan informasi kinerja yang berbeda-beda, yang dapat dikelompokkan dalam empat macam kategori, yaitu:
1.Evaluasi yang menekankan perbandingan antar-orang
2.Pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang dengan berjalannya waktu
3.Pemeliharaan sistem
4.Dokumentasi keputusan-keputusan sumber daya manusia bila terjadi peningkatan.

Efektifitas dari penilaian kinerja diatas yang dikategorikan dari dua puluh macam tujuan penilaian kinerja ini tergantung dalam sasaran bisnis strategis yang ingin dicapai. Oleh sebab itu penilaian kinerja diintegrasikan dengan sasaran-sasaran strategis karena berbagai alasan (Schuler&Jackson ,1996 : 48), yaitu:
1.Mensejajarkan tugas individu dengan tujuan organisasi yaitu, menambahkan deskripsi tindakan yang harus diperlihatkan karyawan dan hasil-hasil yang harus mereka capai agar suatu strategi dapat hidup.
2.Mengukur kontribusi masing-masing unut kerja dan masing-masing karyawan
3.Evaluasi kinerja memberi kontribusi kepada tindakan dan keputusan-keputusan administratif yang mempetinggi dan mempermudah strategi
4.Penilaian kinerja dapat menimbulkan potensi untuk mengidentifikasi kebutuhan bagi strategi dan program-program baru
Tujuan utama proses penilaian prestasi kerja adalah menciptakan gambaran yang akurat tentang prestasi kerja individu. Untuk bias akurat diperlukan empat syarat, seperti di bawah ini :
1.Harus bersifat job-related.
Artinya, penilaian unjuk kerja pegawai harus berkaitan dengan proses analisis jabatan. Jika penilaiannya tidak job-related maka tidak akan valid.
2.Harus bersifat pratical.
Artinya, alat ukur yang dipakai dapat diterapkan dan dimengerti oleh penilai, juga oleh yang dinilai.
3.Harus mempunyai ukuran baku/standar.
Artinya, harus ada tolok ukur yang seragam (job performance standard).
4.Menggunakan ukuran yang dapat dipertanggungjawabkan.
Alat ukur yang mudah, reriabel (andal) dan valid, serta memberi laporan tentang unjuk kerja yang sebenarnya.

Menurut Wayne F. Cascio, tujuan digunakannya penilaian adalah sebagai berikut :
1)Sebagai dasar pemberian reward and punishment.
2)Sebagai criteria dalam riset personil.
3)Sebagai predictor.
4)Sebagai dasar untuk membantu merumuskan tujuan program training.
5)Sebagai feedback bagi karyawan itu sendiri.
6)Sebagai bahan kaji ulang bagi organisasi dan pengembangannya.


D.Metode-Metode Penilaian

Beberapa ahli mengemukakan metode-metode penilaian yang agak berbeda, namun secara garis besar antara ahli satu dengan lain memiliki banyak kesamaan.
EDWIN B. FLIPPO WERTHER & DAVIS GARY DESSLER
1. Penilaian secara kebetulan :
a. Tidak sistematis
b. Sistematis
2. Metode tradisional yang sistematis
a. Rangking
b. Person to person comparison
c. Grading
d. Graphic scale
e. Checlist
f. Forced-choice description
g. Behaviorally anchored rating scale :
a) Expectation scale (BES)
b) Observation scale (BOS)
h. Uraian
3. Manajemen berdasarkan sasaran (MBO)
1. Past oriented appraisal method :
a. Rating scale
b. Checklist
c. Forced choice method
d. Critical incident method
e. Behaviorally anchored rating scales (BARS)
f. Field review method
g. Performance tests and observations
2. Comparative evaluation approaches:
a. Ranking method
b. Forced distribution
c. Point allocation method
d. Paired comparison
3. Future oriented appraisals :
a. Self appraisal
b. MBO Approach
c. Psychological appraisals
d. Assessment centre technique 1. Graphic rating scale method
2. Alternation Ranking Method
3. Paired Comparison Method
4. Forced Distribution Method
5. Critical Incident Method
6. Narrative Forms
7. Behaviorally Anchored Rating Scales (BARS)
8. MBO Approach

Munandar mengemukakan bahwa teknik/metode penilaian dapat dikelompokkan menjadi tiga , yaitu :
1)Teknik penilaian yang nisbi atau relative, untuk itu perlu saling membandingkan hasil-hasil penilaian baik secara kelompok, perorangan atau secara pasangan;
2)Teknik penilaian yang absolut atas tenaga kerja yang satu dengan tenaga kerja lainnya; dan
3)Teknik yang berorientasi pada keluaran atau produktivitas yang dihasilkan.


E.Masalah-masalah dalam Penilaian Prestasi


Masalah utama yang sering dijumpai dalam penilaian prestasi adalah standar yang tidak jelas dan bias (gangguan yang menyebabkan suatu pengukuran menjadi tidak akurat).
Standar yang tidak jelas, sering kali berkaitan dengan skala penilaian yang terlalu terbuka untuk diinterpretasikan, sedangkan bias dalam penilaian prestasi dapat dibedakan menjadi halo effect, central tendency, lenience and strictness biases, personal prejudice, dan recency effect.
Kelemahan-kelemahan atau kesalahan-kesalahan dalam penilaian sebagaimana dikemukakan oleh G. Dessler adalah :
1)Penetapan standar performance yang tidak jelas.
2)Adanya kesan pertama atau hallow effect.
3)Adanya kecenderungan untuk tidak ekstrim, baik ke bawah atau ke atas, baik rendah atau tinggi, serta kecenderungan untuk memberikan sesuatu yang sedang-sedang saja.
4)Adanya kecenderungan untuk menghindari angka yang loncat-loncat, misalnya dari 2 naik ke 5 atau menjadi 9 dan sebagainya.

Ada sedikitnya tiga cara untuk meminimalkan pengaruh masalah-masalah penilaian, seperti di bawah ini :
b)Yakin terbiasa dengan masalah-masalah penilaian yang telah didiskusikan. Memahami masalah dapat membantu kita menghindari masalah tersebut.
c)Pilih alat penilaian yang tepat.
d)Latih supervisor untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan penilaian seperti halo effect, leniency, dan lain-lain. Latihan untuk penilai menyangkut tiga hal, yaitu :
1)Bias dan penyebabnya harus dijelaskan
2)Peranan penilaian prestasi kerja harus diterangkan dan dijelaskan bahwa hal tersebut ditujukan untuk hal-hal yang objektif
3)Penilai harus diberi kesempatan untuk mempraktekkan dalam bentuk latihan bagaimana menilai seorang pegawai.
Penilaian prestasi kerja pegawai hendaknya dilakukan oleh :
1.Atasan langsung
2.Sesama rekan kerja
3.Komite atau panitia penilai
4.Penilaian sendiri
5.Bawahan


F.Aspek-aspek yang mempengaruhi Penilaian


Aspek-aspek yang dimaksud adalah motivasi penilai, kemampuan penilaian serta ketersediaan standar penilaian.
1.Motivasi penilai. Aspek ini mempengaruhi hasil penilaian karya tenaga kerja dalam hal-hal berikut :
a)Motivasi penilai pada umumnya menjadi lebih tinggi bila tujuan penilaian adalah untuk penelitian kepegawaian daripada bila tujuan penilaian untuk mengembangkan karyawan atau pengaturan ganjaran-ganjaran.
b)Motivasi penilai lebih tinggi bila tujuan penilai adalah mengembangkan tenaga Kerja daripada bila tujuannya adalah penelitian untuk mengatur ganjaran-ganjaran.
c)Apapun tujuannya, motivasi penilai akan lebih tinggi bila hasil-hasil penilaian dirahasiakan terhadap orang yang dinilai.
d)Bila tujuan penilaian untuk pengembangan karyawan ataupun pengaturan ganjaran-ganjaran keorganisasian maka motivasi penilaian akan lebih tinggi bila penilai menganggap umpan balik sebagai suatu aspek sah dari perannya.
e)Bila umpan balik hasil-hasil penilaian diperlukan maka motivasi penilaian akan lebih tinggi.
f)Semakin mudah instrument penilaian dimengerti oleh yang dinilai semakin besar kemungkinan para penilai menganggap sesuai untuk tujuan mereka.
g)Instrumen penilaian yang didasarkan pada informasi kerja yang mudah dimengerti dan dirasakan untuk tujuan penelitian akan meningkatkan motivasi penilai dalam memberikan nilai-nilai yang obyektif.
2.Kemampuan penilai. Aspek-aspek ini berpengaruh terhadap hal-hal sebagai berikut :
a)Semakin banyak peluang penilai untuk mengamati perilaku kerja yang dinilai, semakin tinggi kemampuan penilai memberikan nilai-nilai yang tepat dan akurat.
b)Semakin tepat perilaku yang diamati oleh penilai, maka semakin tinggi kemampuan penilai dalam memberikan penilaian yang obyektif.
c)Semakin dekat jenjang keorganisasian penilai dengan yang di nilai, semakin tinggi kemampuan penilai untuk memberikan penilaian yang baik.
d)Kemampuan penilai akan lebih tinggi bila ia mengerti antara perilaku kerja orang lain yang diamati dari pada bila ia tidak mengerti kaitan itu.
e)Kemampuan penilai akan lebih tinggi bila gaya pribadi penilai menekankan pada pencapaian tujuan bagi orang yang dinilai dari pada menganggap mereka yang di nilai sebagai individu-individu.
f)Kemampuan penilai akan lebih tinggi bila ia terlatih dalam prinsip-prinsip dan masalah-masalah penilaian tenaga kerja daripada yang tidak terlatih.
3.Standar penilaian. Aspek ini berpengaruh terhadap hal-hala sebagai berikut.
a)Semakin sesuai konteks pekerjaan dan standar penilaian yang digunakan oleh penilai, semakin akurat hasil penilaian yang diperoleh.
b)Semakin beragam pola perilaku kerja orang yang dinilai tercakup dalam standar penilaian, maka penilaian akan semakin tepat.
c)Semakin sesuai isi penilaian dengan isi pekerjaan, maka akan dihasilkan penilaian yang lebih memadai
d)Semakin sesuai metode penilaian dengan falsafah organisasi yang dominan, maka semakin besar kemungkinan penilaian yang baik.
e)Semakin diharuskan bertanggung jawab atas penilaiannya, semakin baik penilaian yang dihasilkan.


III. Penutup



Kesimpulan


Penilaian kinerja merupakan proses dimana organisasi mengukur dan mengevaluasi kinerja karyawan pada periode waktu tertentu, dengan didasarkan standar kinerja yang telah disepakati, penilaian dilakukan oleh penilai yang terlatih, menghindari adanya diskriminasi, obyektif, dan harus memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas. Penilaian kinerja tersebut mutlak perlu dilakukan setiap organisasi, karena bermanfaat baik bagi para karyawan maupun bagi organisasi itu sendiri.
Penilaian kinerja memberikan banyak manfaat bagi semua pihak adalah agar bagi mereka mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam penilaian adalah:

Orang yang dinilai (karyawan)
Penilai (atasan, supervisor, pimpinan, manager, konsultan) dan
Perusahaan.


DAFTAR PUSTAKA

Asnawi, Sahlan, Dr., Aplikasi Psikologi dalam Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Jakarta : Pusgrafin, 1999.
T. Sirait, Jastine, Dra., MBA-T, Memahami Aspek-aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam Organisasi, Jakarta : PT. Grasindo, 2006.
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/penilaian-kinerja-karyawan-definisi.html

Rabu, 27 Januari 2010

Makalah : MODEL-MODEL KEBIJAKAN PUBLIK


MAKALAH
DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SATU TUGAS
MATA KULIAH :
KEBIJAKAN DAN STUDI KOMPARASI
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Dosen : Prof. Dr. Armai Arief, MA
Asisten : Solehudin

Oleh : Muhammad Anwari Abdul Hakim el-Batawi
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)
INSTITUT PTIQ JAKARTA
2009


I. PENDAHULUAN
Kebijakan (policy) seringkali disamakan dengan istilah seperti politik, program, keputusan, undang-undang, aturan, ketentuan-ketentuan, kesepakatan, konvensi, dan rencana strategis.
Kebijakan Publik (Public Policy) juga bisa diartikan sebagai keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak. Menyeimbangkan peran negara yang mempunyai kewajiban menyediakan pelayan publik dengan hak untuk menarik pajak dan retribusi; dan pada sisi lain menyeimbangkan berbagai kelompok dalam masyarakat dengan berbagai kepentingan serta mencapai amanat konstitusi .
Sebenarnya dengan adanya definisi yang sama dikalangan pembuat kebijakan, ahli kebijakan, dan masyarakat yang mengetahui tentang hal tersebut tidak akan menjadi sebuah masalah yang kaku. Namun, diharapkan adanya titik temu dalam persepsi kebijakan itu sendiri.
Memang dalam kenyataan bahwa kebijakan yang lahir belum tentu menyenangkan dan dapat diterima oleh semua yang terkena sekaligus pelaksana kebijakan tersebut, mamun jika kebijakan tersebut tidak diambil, bisa jadi pula dapat merugikan semuanya. Sehingga dengan demikian kebijakan merupakan suatu keharusan sebagai suatu dinamisasi dalam penomena dan permaslahan yang ada.
Dalam hal ini, penulis ingin menyampaikan makalah yang berkenaan dengan model-model kebijakan, dalam kaitannya dengan kebijakan publik. Sehingga dengan demikian diharapkan adanya persepsi dan pemahaman tentang model kebijakan dan kebijakan publik itu sendiri.




II. PEMBAHASAN
A. Konsep Tentang Model Kebijakan
Berbicara tentang model kebijakan, maka ada banyak definisi/pengertian tentang konsep model. Model digunakan karena adanya eksistensi masalah publik yang kompleks. Model juga merupakan pengganti kenyataan (a model is an abstraction of reality).
Disamping itu Model juga merupakan representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan tertentu.
Model kebijakan dinyatakan dalam bentuk konsep/teori, diagram, grafik atau persamaan matematis.
Model kebijakan publik juga adalah :
 Hubungan antara unit-unit pemerintah dengan lingkungannya. (Anderson)
 Apa yang dilakukan dan apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah (Thomas Dye)
 Suatu rangkaian tindakan yang saling berkaitan (Ronald Rose)
 Suatu usulan arah tindakan atau kebijakan yang diajukan oleh seseorang
B. Karakteristik Model Kebijakan Publik
Secara garis besar bahwa model dalam kebijakan publik itu memiliki karakteristik, sifat dan ciri tersendiri. Karakteristik tersebut antara lain ialah:
Model dalam kebijakan publik itu harus Sederhana & jelas (clear)
Ketepatan dalam indentifikasi aspek penting dalam problem kebijakan itu sendiri (precise)
Menolong untuk pengkomunikasian (communicable)
Usaha langsung untuk memehami kebijakan publik secara lebih baik (manageable)
Memberikan penjelasana & memprediksi konsekuensi (consequences)
C. Model Pembuatan Kebijakan
Ada beberapa pendapat para ahli tentang model dalam hal pembuatan kebijakan, antara lain:
PENDAPAT DARI YHEKZKEL DROR :
1. Pure Rationality Model
Yaitu model pembuatan kebijakan yang didasarkan pada rasionalitas murni dalam pembuatan model.
2. Economically Rationality Model
Yaitu model pembuatan kebijakan yang didasarkan pada penekanan efesiensi dan ekonomis.
3. Sequential-Decision Model
Yaitu model pembuatan kebijakan yang didasarkan pada pembuatan eksperimen untuk penentuan alternatif sehingga tercapai keputusan yang paling efektif.
4. Inceremental Model
Yaitu model pembuatan kebijakan yang didasarkan pada perubahan sedikit demi sedikit.
5. Satuisfycing Model
Yaitu model pembuatan kebijakan yang didasarkan pada alternatif pertama yang paling memuaskan
6. Extra-Rational Model
Yaitu model pembuatan kebijakan yang didasarkan pada yang paling rasional dan paling optimal
7. Optimal Model
Merupakan kebijakan dengan model integratif, yaitu kebijakan kepada identifikasi masalah, keguanaan praktis, memperhatikan alokasi sumber-sumber, penentuan tujuan yang akan dicapai, pemilihan alternatif prograam, peramalan hasil & mengevaluasi alternatif terbaik .

PENDAPAT DARI E. S. QUADE TANTANG MODEL KEBIJAKAN :
 Model Analitik
 Model Simulasi
 Model Permainan
 Model Penilaian
MODEL TIPE KEBIJAKAN MENURUT PENDAPAT W. N. DUNN:
 Model Deskriptif: yaitu menjelaskan/memprediksi dan konsekwensi pilihan kebijakan.
 Model Normatif: yaitu menjelaskan, memprediksi, merekomendasi, optimalisasi usaha. Dari model normatif ini, maka lahirlah model-model:
- Model Verbal: berupa ekspresi deskriptif & normatif, berupa: verbal simbol dan prosedural, pakai bahasa sehari-hari, pakai nalar dan beberapa argumen nilai.
- Model Simbolis: yaitu menggunakan simbol matematis untuk menerangkan hubungan, data aktual.
- Model Prosedural: yaitu menggunakan prosedur simulasi, teori pembuatan keputusan (penentuan alternatif), data asumsi (relatif/bobot)
Disamping beberapa teori dan pendapat dari para ahli diatas, maka model kebijakanpun berkembang sesuai dengan kondisi real yang ada. Diantara beberapa model kebijakan yang lainnya adalah:
 MODEL INSTITUSIONAL
 MODEL ELIT-MASSA
 MODEL INKREMENTAL
 MODEL-MODEL GRUP/KLOMPOK
 MODEL SISSTEM
 MODEL RASIONAL
 MODEL PROSES
 MODEL PILIHAN PUBLIK
Setiap model diatas tentunya memiliki fokus yang berbeda tentang kondisi politik dan membantu memahami berbagai perbedaan tentang kebijakan publik.
MODEL INSTITUSIONAL (Policy as Institutional Activity)
Yaitu hubungan antara kebijakan (policy) dengan institusi pemerintah sangat dekat. Suatu kebijakan tidak akan menjadi kebijakan publik kecuali jika diformulasikan, serta diimplementasi oleh lembaga pemerintah.
Menurut Thomas dye: dalam kebijakan publik lembaga pemerintahan memiliki tiga hal, yaitu : 1. legitimasi, 2. universalitas dan ke 3. paksaan.
Lembaga pemerintah yang melakukan tugas kebijakan-kebijakan adalah: lembaga legislatif, eksekutif dan judikatif. Termasuk juga didalamnya adalah lembaga pemerintah daerah dan yang ada dibawahnya.
Masyarakat harus patuh karena adanya legitimasi politik yang berhak untuk memaksakan kebijakan tersebut. Kebijakan tersebut kemudian diputuskan dan dilaksanakan oleh institusi pemerintah.
Undang-undanglah yang menetapkan kelembagaan negara dalam pembuatan kebijkaan. Oleh karenanya pembagaian kekuasanaan melakukan checks dan balances. Otonomi daerah juga meberikan nuansa kepada kebijakan publik.
MODEL ELIT-MASSA (Prefensi Penguasa)
Model ini merupakan abstraksi dari suatu pembuatan kebijakan publik yang identik dengan perspektif elite politik.
Dalam model ini ada 2 lapisan kelompok sosial:
1. Lapisan atas, dengan dengan jumlah yang sangat kecil (elit) yang selalu mengatur.
2. Lapisan bawah (massa) dengan jumlah yang sangat besar sebagai yang diatur.
Kebijakan publik merupakan cerminan kehendak atau nilai-nilai elit yang berkuasa. Isu kebijakan yang akan masuk agenda perumusan kebijakan merupakan kesepakatan dan juga hasil konflik yang terjadi diantara elit politik sendiri.
Masyarakat tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menciptakan opini tentang isu kebijakan yang seharusnya menjadi agenda politik di tingkat atas. Sementara birokrat/administrator hanya menjadi mediator bagi jalannya informasi yang mengalir dari atas ke bawah.
Elit politik selalu ingin mempertahankan status quo, maka kebijakan menjadi konservatif. Perubahan kebijakan bersifat inkremental maupun trial dan error yang hanya mengubah atau memperbaiki kebijakan sebelumnya.
Namun tidak berarti bahwa kebijakan yang dibuat tidak mementingkan aspirasi masyarkat. Sampai level tertentu, mereka tetap membutuhkan dukungan massa, sehingga mereka juga harus memuaskan sebagian kepentingan masyarakat. Tanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat dinggap terletak ditangan elit, bukan ditangan masyarakat.
Di Indonesia peranan elit politik dalam kehidupan politik cukup menonjol. Model ini juga dapat menjadi salah satu alat analisis untuk mengupas proses pembuatan peraturan kebijakan publik.
MODEL INKREMENTAL (Policy as Variatons on the Past)
Model ini merupakan kritik pada model rasional. Pada model ini para pembuat kebijakan pada dasarnya tidak mau melakukan peninjauan secara konsisten terhadap seluruh kebijakan yang dibuatnya. karena beberapa alasan, yaitu:
1. Tidak punya waktu, intelektualitas, maupun biaya untuk penelitian terhadap nilai-nilai sosial masyarakat yang merupakan landasan bagi perumusan tujuan kebijakan.
2. Adanya kekhawatiran tentang bakal munculnya dampak yang tidak diinginkan sebagai akibat dari kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya.
3. Adanya hasil-hasil program dari kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan demi kepentingan tertentu
4. Menghindari konflik jika harus melakukan proses negoisasi yang melelahkan bagi kebijakan baru.
GROUP THEORY (Policy as group equilibrium)
Model kelompok merupakan abstraksi dari proses pembuatan kebijakan. Dimana beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk kebijakan secara interaktif.
Dengan demikian pembuatan kebijakan terlihat sebagai upaya untuk menanggapi tuntutan dari berbagai kelompok kepentingan dengan cara bargaining, negoisasi dan kompromi.
Tuntutan-tuntutan yang saling bersaing diantara kelompok-kelompok yang berpengaruh dikelola. Sebagai hasil persaingan antara berbagai kelompok kepentingan pada hakikatnya adalah keseimbangan yang tercapai dalam pertarungan antar kelompok dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing pada suatu waktu.
Agar supaya pertarungan ini tidak bersifat merusak, maka sistem politik berkewajiban untuk mengarahkan konflik kelompok. Caranya adalah:
1. Menetapkan aturan permainan dalam memperjuangkan kepentingan kelompok
2. Mengutamakan kompromi dan keseimbangan kepentingan
3. Enacting kompromi tentang kebijakan publik
4. Mengusakan perwujudan hasil kompromi
Kelompok kepentingan yang berpengaruh diharapkan dapat mempengaruhi perubahan kebijakan publik. Tingkat pengaruh kelompok ditentukan oleh jumlah anggota, harta kekayaan, kekuatan organisasi, kepemimpinan, hubungan yang erat dengan para pembuat keputusan, kohesi intern para anggota dsb.
Model kelompok dapat dipergunakan untuk menganalisis proses pembuatan kebijakan publik. Menelaah kelompok-kelompok apakan yang paling berkompetensi untuk mempengaruhi pebuatan kebijakan publik dan siapakan yang memiiki pengaruh paling kuat terhadap keputusan yang dibuat.
Pada tingkat impelemntasi, kompetensi antar kelompok juga merupakan salah satu faktor yang menentukan efektifitas bebijkan dalam mencapai tujuan.
MODEL SYSTEM THEORY (Policy as sytem output)
Pendekatan sistem ini diperkenalkan oleh David Eston yang melakukan analogi dengan sistem biologi. Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antara organisme dengan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan dan perubahan hidup yang relatif stabil. Ini kemudian dianalogikan dengan kehidupan sistem politik.
Pada dasarnya terdapat 3 komponen utama dalam pendekatansistem, yaitu: input, proses dan output.
Nilai utama model sistem terhadap analisi kebijakan, adalah:
1. Apa dimensi lingkungan yang menghasilkan permintaan dalam sistem politik.
2. Apa karakteristik sistem politik yang dapat merubah permintaan menjadi kebijakan publik dan memuaskan dari waktu ke waktu.
3. Bagaimana input lingkungan berdampak kepada karakteristik sistem politik.
4. Bagaimana karakteristik sistem politik berdampak pada isi kebijakan publik.
5. Bagaimana input lingkunagn berdampak pada isi kebijakan publik.
6. Bagaimana kebijakan publik berdampak melalui umpan balik pada lingkungan.
Proses tidak berakhir disini, karena setiap hasil keputusan merupakan keluaran sistem politik akan mempengaruhi lingkungan. Selanjutnya perubahan lingkunagn inilah yang akan memepengruhi demands dan support dari masyarakat.
Salah satu kelemahan dari model ini adalah terpusatnya perhatian pada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Seringkali terjadi bahwa apa yang diputusakan oleh permerintah memberi kesan telah dilakukannya suatu tindakan, yang sebenarnya hanya untuk memelihara ketenangan/kestabilan.
Persoalan yang muncul dari pendekatan ini adalah dalam proses penentuan tujuan itu sendiri.
MODEL RASIONAL (Kebijakan sebagai laba sosial maksimum)
Kebijakan rasional diartikan sebagai kebijakan yang mampu mencapai keuntungan sosial tertinggi. Hasil dari kebijakan ini harus memberikan keuntungan bagi masyarakat yang telah membayar lebih, dan pemerintah mencegah kebijakan bila biaya melebihi manfaatnya.
Banyak kendala rasionalitas, Karakteristik rasionaltias sangat banyak dan bervariasi
Untuk memilih kebijakan rasional, pembuat kebijakan harus:
1. Mengetahui semua keinginan masyarakat dan bobotnya
2. Mengetahui semua alternatif yang tersedia
3. Mengetahui semua konsekwensi alternatif
4. Menghitung rasio pencapaian nilai sosial terhadap setiap alternatif
5. Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien.
Asumsi rasionalitas adalah preferensi masyarakat harus dapat diketahui dan dinilai/bobotnya. Harus diketahui nilai-nilai masyarakat secara konprehensif. Informasi alternatif dan kemampuan menghitung secara akurat tentang rasio biaya dan manfaat. Aplikasi sistem pengambilan keputusan.
Pada dasarnya nilai dan kecenderungan yang berkembang dalam masyarakat tidak dapat terdeteksi secara menyeluruh, sehingga menyulitkan bagi pembuat kebijakan untuk mementukan arah kebijakana yang akan dibuat.
Pada akhirnya pendekatan rasional ini cukup problematis dalam hal siapa yang menilai suatu kebijakan. Bersifat rasionalitas ataukan tidak.
MODEL PROSES (Siklus Kebijakan Publik)
Aktivitas politik dilakukan melalui kelompok yang memiliki hubungan dengan kebijakan publik. Hasilnya adalah suatu kebijakan yang berisi:
Identifikasi/pengenalan masalah
Perumusan agenda
Formulasi kebijakan
Adopsi kebijakan
Implementasi kebijakan
Evaluasi kebijakan
MODEL PILIHAN PUBLIK (Opini Publik)
Seharusnya ada keterkaitan anatara opini publik dengan kebijakan publik. Sehingga tidak timbul perdebatan kapan opini publik seharusnya menjadi faktor penentu terpenting yang sangat berpengaruh kepada kebijakan publik.
D. MODEL KEBIJAKAN DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Kebijakan pendidikan adalah suatu penilaian terhadap sistem nilai dan faktor-faktor kebutuhan situasional, yang dioperasikan dalam sebuah lembaga sebagai perencanaan umum untuk panduan dalam mengambil keputusan, agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa dicapai.
Hal menarik lainnya dapat disimak dalam sebuah konstitusi Jepang, yakni Undang-Undang Pendidikan yang ditetapkan pada Tahun 1947. Pokok-pokok undang-undang tersebut adalah i) Prinsip Legalisme, ii) Prinsip Administrasi yang Demokratis, iii) Prinsip Netralitas, iv) Prinsip Penyesuaian dan Penetapan Kondisi Pendidikan, dan v) Prinsip Desentralisasi . Prinsip yang pertama menetapkan bahwa mekanisme pengelolaan diatur dengan undang-undang dan peraturan-peraturan. Sebelum Perang Dunia II masalah pendidikan diputuskan oleh Peraturan Kekaisaran dan pendapat parlemen dan warga negara diabaikan. Namun, setelah reformasi pendidikan pasca perang urusan pendidikan diatur oleh undang-undang dan peraturan di parlemen. Prinsip kedua mengindikasikan bahwa sistem administrasi pendidikan harus dibangun berdasarkan konsensus nasional dan mencerminkan kebutuhan masyarakat dalam membuat formulasi kebijakan pendidikan dan prosesnya. Prinsip ketiga menjamin bahwa kewenangan pendidikan harus independen dan tidak dipengaruhi dan diinterfensi oleh kekuatan politik. Prinsip keempat mengidikasikan bahwa pemegang kewenangan pusat dan lokal mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua dengan menyediakan fasilitas-fasilitas pendidikan yang cukup untuk mencapai tujuan pendidikan. Prinsip kelima menyatakan bahwa pendidikan harus dikelola berdasarkan otonomi pemerintah lokal karena pendidikan merupakan fungsi dari pemerintah lokal.
Dapat disimpulakan bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu produk yang dijadikan sebagai panduan pengambilan keputusan pendidikan yang legal-netral dan disesuaikan dengan lingkungan hidup pendidikan secara moderat.
E. KRITERIA MODEL KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:
1. Memiliki tujuan pendidikan
Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
2. Memenuhi aspek legal-formal
Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.

3. Memiliki konsep operasional
Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
4. Dibuat oleh yang berwenang
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.
5. Dapat dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan efektif.
6. Memiliki sistematika
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem jua, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat serangkaian faktof yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya.
E. SIAPAKAH PEMBUAT KEBIJAKAN PENDIDIKAN ?
Dalam prespektif Halligan, J dan J Power. 1992 dalam buku Political Management in the Nineties dinyatakan bahwa :
...three principle dimensions of policy process in government, expanding on the first model. The three dimensions are:
(i) Administrative. Administrators maintain policy. They are primarily concerned that all regulations are complied with. They strive for impartiality, continuity, and procedural correctness. Administrators tend to be conservative, but are generally willing to follow changes in policy once agreed, as their function is to maintain policy. They strive to assure that any change does not upset stability.
(ii) Management. Managers launch activities within the frameworks given. Management focuses on implementing changes, and thus are primarily concerned with outputs than regulations and procedures.
(iii) Political. The political process within the executive is led by politicians, the elected head of government and ministers, who often rely on their senior officials for political guidance. This function is the steering of change. The political process initiates change, gains endorsement for change by attending to numerous interest for and against change .
Sehingga, sebagai kesimpulannya, bahwa para pembuat kebijakan itu adalah; 1) administrator; 2) manajer; 3) politisi yang berada pada posisi masing-masing sesuai dengan kekuasaan dan kewenangan mereka dalam bidang yang mereka tanggungjawabi.
Para administrator itu akan memberikan program-program yang dirancangnya dari konsep hingga praktis; manajer akan menjabarkan program-program itu dengan pengembangan yang teknis; dan para politisi akan merancang gerakan kebijakan yang mampu mewujudkan perubahan signifikan dalam konteks jangka panjang (long-term) yang mengatur program-program pada tingkatan struktur politik di daerah tempat program-program tersebut diselenggarakan.
III. PENUTUP DAN KESIMPULAN
1. Model-model dalam kebijakan publik merupakan beberapa alternative pilihan dalam mementukan kebjakan apa yang paling tepat yang akan diputuskan dan dilaksanakan.
2. Ketika suatu kebijakan telah diputuskan, maka seluruh komponen harus saling bekerjasama, membantu dalam merealisasikannya
3. Pilihan kepada salah satu model kebijakan, merupakan suatu upaya untuk mementukan arah kedepan yang lebih baik.
4. Orientasi kebijakan public tidak hanya menyenangkan dan memuaskan satu golongan tertentu saja, melaikan harus bersifat universal dan menyeluruh.
5. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kebijakan pendidikan. Integrated, oriented, humanis and islami

IV. DAFTAR PUSTAKA
Conyers, Diana, (1992), Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga (Penterjemah Susetiawan), Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Dunn, William N. (1981), Public Policy Analysis: An Introduction, New Jersey: Prentice Hall
Huttman, Elizabeth Dickerson (1982), Introduction to Social Policy, New York: McGraw-Hill
Kartasasmita, Ginanjar (1996), Kebijakan dan Pembangunan Sosial, Malang: Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya
Meyr, Robert R (1995), Policy and Program Planning: A Developmnt Perspective, Englewood Cliff: Prentice-Hall
Halligan, J dan J Power. (1992), Political Management in the Nineties, Michigan University pulisher
Moekijat (1995), Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Mandar Maju
Quade, E.S. (1982), Analysis for Public Decisions, New York: Elsevier Science
Said Zainal Abidin, (2006) Kebijakan publik, Penerbit Suara Bebas,

Fadillah Putra, (20011) Paradigma kritis dalam studi kebijakan publik: perubahan dan inovasi kebijakan publik dan ruang partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan publik Penerbit Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Universitas Sunan Giri Surabaya

Seri forum warga,(2002) Kebijakan publik dan partisipasi perempuan, Penerbit PATTIRO

Hessel Nogi S. Tangkilisan, (2003) Kebijakan publik yang membumi: konsep, strategi & kasus Penerbit Kerjasama Lukman Offset & Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia
Research and Statistic Planning Division,( 2000), Ministry of Education, Science, Sports and Culture of Japan

Senin, 25 Januari 2010

Makalah : MANAJEMEN ORGANISASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Dr. Muhbib Abd. Wahab, MA
Disusun oleh : Deni Darmawan
NPM : 08.04.MPI.143
PROGRAM PASCA SARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT PTIQ JAKARTA
1430 H/2009

Pendahuluan

Manusia adalah makhluk sosial (al-insānu madaniyyun bi at- thab’i atau zoon politicon). Karenanya, setiap manusia akan saling memerlukan dalam memenuhi kebutuhannya. Antara sesama manusia juga dituntut untuk saling bekerja sama, saling menghargai dan menghormati untuk mempertahankan hidupnya di muka bumi ini.
Adanya alasan sosial (social reasons) di atas menjadi salah satu pendorong bagi manusia untuk membentuk suatu perkumpulan yang biasa disebut "organisasi". Organisasi ini amat dibutuhkan untuk mewujudkan setiap cita-cita yang disepakati oleh anggota organisasi secara bersama. Oleh karena itu, organisasi tumbuh dan berkembang begitu pesat di tengah-tengah masyarakat. Organisasi itu juga dibentuk dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pemerintahan, perusahaan, politik, hukum, ekonomi, dan termasuk bidang pendidikan.
Organisasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap manusia hidup dalam sebuah organisasi. Organisasi merupakan sebuah wadah di mana orang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan bersama. Pemahaman organisasi ini menunjukkan bahwa di mana pun dan kapan pun manusia berada atau berinteraksi maka disitu muncul organisasi tidak lagi sebagai suatu wadah organic dari orang-orang yang berkumpul untuk suatu tujuan, tetapi berkembang pada interaksi orang untuk maksud tertentu.
Sejarah pertumbuhan peradaban manusia banyak menunjukkan bukti bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan suatu organisasi adalah kuat tidaknya kepemimpinan. Kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi banyak ditentukan oleh pemimpin karena pemimpin merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuan yang akan dicapai.


BAB I
PENGERTIAN, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP ORGANISASI


A. Pengertian Organisasi

Organisasi berasal dari kata organon, dalam bahasa Yunani yang berarti alat. Organisasi, dalam bahasa Inggris berasal dari kata organization atau organization yang berarti “ activity or organizing” atau organized group of people system. Artinya, aktivitas pengorganisasian atau mengatur kelompok masyarakat atau system. Organisasi didefinisikan secara beragam oleh berbagai ahli. Variasi definisi didasarkan pada sudut pandang dan waktu ahli ketika mendefinisikan. Perkembangan kajian organisasi dari organisasi sederhana mengarah pada pola organisasi yang kompleks yang dicirikan oleh koneksitas organisasi yang tidak terbatas antara unit-unit organisasi dengan lingkungannya. Pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, agar lebih jelas pemakalah mengemukakan beberapa batasan antara organisasi dan pengorganisasian:
1. Organisasi adalah kegiatan menyusun struktur dan membentuk hubungan-hubungan agar diperoleh kesesuaian dalam usaha mencapai tujuan bersama
2. Organisasi adalah suatu kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama
3. Organisasi adalah suatu bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan dan dalam ikatan itu terdapat seorang atau kelompok orang disebut bawahan
4. Louis A. Allen, didalam buku Management and Organization mengemukakan : We can define organization as the proses of identifying and grouping the work to be performed, defining and delegating resposbility and authority, and establishing relationships for the purpose of enabling people to work most effectively together in accomplishing objectives.
Kita dapat merumuskan organisasi sebagai proses penetuan dan pengelompokan pekerjaan yang akan dilakukan, menetapkan dan melimpahkan wewenang dan tanggung jawab, dengan maksud untuk memungkinkan orang-orang bekerja sama secara efektif dalam mencapai tujuan.
Sedangkan pengertian dari pada pengorganisasian adalah:
1. Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan. Menetapkan wewenang yang secara relative didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut
2. G.R Terry memberikan keorganisasian dalam dua pengertian yaitu pengertian real (real sense) menunjukkan hubungan antara manusia sebagai akibat organisasi. Sedangkan dalam pengertian Abstrak menunjukkan hubungan antara unit-unit/departemen-departemen kerja.
3. Pengorganisasian merupakan fungsi kedua dalam manajemen dan dapat diartikan sebagai proses kegiatan penyusunan struktur organisasi sesuai dengan tujuan-tujuan, sumber-sumber dan lingkungannya

Aspek-aspek penting yang didapat kita rumuskan dari definisi definisi di atas adalah :
a. Adanya kelompok orang yang bekerja sama
b. Adanya tujuan tertentu yang akan dicapai
c. Adanya pekerjaan yang akan dikerjakan
d. Adanya penetapan dan pengelompakkan pekerjaan.
e. Adanya wewenang dan tanggung jawab
f. Adanya pendelegasian wewenang
g. Adanya hubungan (relations) satu sama lain
h. Adanya penempatan orang-orang yang akan melakukan pekerjaan
i. Adanya tatatertib yang harus ditaati
Untuk lebih memahami hakikat organisasi, perlu diketahui pula unsur-unsurnya, yaitu :
a. Manusia (Human Factor) artinya organisasi baru ada yang, jika ada unsure manusia yang bekerja sama, ada pemimpin dan ada yang dipimpin
b. Sasaran, artinya organisasi baru ada, jika ada tujuan yang ingin dicapai
c. Tempat kedudukan, organisasi baru ada, jika ada tempat kedudukannya.
d. Pekerjaan, artinya jika organisasi baru ada, jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan serta adanya pembagian pekerjaan.
e. Teknologi, artinya organisasi baru ada, jika terdapat unsure-unsur teknis
f. Struktur, artinya organisasi baru ada, jika da hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain, sehingga tercipta organisasi
g. Lingkungan, artinya organisasi baru ada, jika ada lingkungan yang saling mempengaruhi, misalnya ada sistem kerja sama sosial.

Organisasi dapat dilihat dua aspek yaitu :

1. Aspek struktur organisasi yang meliputi Pengelompokan orang secara formal dan bagan organisasi
2. Aspek proses perilaku. Setelah struktur organisasi diisi dengan manusia/orang, maka terjadi proses perilaku. Proses perilaku adalah aktivitas kehidupan dalam struktur organisasi antara lain komunikasi, pembuatan keputusan, motivasi dan kepemimpinan.

Seperti telah diuraikan di atas bahwa organisasi memiliki tiga unsur dasar, dan secara lebih rinci organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Adanya suatu kelompok orang yang dapat dikenal dan saling mengenal
b. Adanya kegiatan yang berbeda-beda, tetapi satu sama lain saling berkaitan (independent part) yang merupakan kesatuan kegiatan
c. Tiap-tiap orang memberikan sumbangan atau kontribusinya berupa pemikiran tenaga dan lain-lain
d. Adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan
e. Adanya tujuan yang ingin dicapai


B. Tujuan Organisasi

Adapun tujuan organisasi adalah sebagai berikut:
1. Mengajak kelompok sasaran agar lebih responsif terhadap isu dan permasalahan yang terjadi disekitarnya.
2. Merangsang terciptanya pendekatan dan solusi kreatif dalam menjawab isu dan permasalahan dengan menggunakan media budaya populer
3. Meningkatkan pengetahuan dan keahlian kelompok sasaran dibidang media pandang-dengar, melalui film, komik, fotografi atau pun bentuk ataupun bentuk-bentuk budaya populer lain dengan mengangkat isu lokal
4. Menjembatani pemikiran kritis kelompok sasaran melalui media diskusi yang konstuktif dalam rangka memperoleh kesempatan yang sama dengan kelompok lain.
5. Memberikan kontribusi terhadap terciptanya masyarakat yang madani melalui pengembangan kelompok sasaran yang selama ini masih kurang berdaya guna.
Sedangkan organisasi mempunyai empat fungsi yaitu :
a. Menetapkan bidang-bidang kerja, metode dan alat yang dibutuhkan, serta personal yang dibutuhkan.
b. Membina hubungan antar personal yang terlibat, tanggung jawab, wewenang, hak dan kewajiban mereka sehingga mempercepat tujuan organisasi.
Berkaitan dengan pengertian organisasi, dalam Alquran dicontohkan beberapa surat yang berkaitan dengan organisasi, sebagaimana Firman Allah SWT yang berkaitan dengan :
1. Perlunya persatuan,
“dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'” (Al-Baqarah: 43) kemudian Qs. An-Anisaa: 71, Qs. Ash-Shaaffaat : 1
2. Perlunya berbangsa-bangsa
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Al-Hujurat: 13) dan Qs. Al-Maa’idah: 48, Qs. Al-Hajj: 34, 67
3. Perlunya bersatu dan mengikuti jalan yang lurus
“ dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka[1169] dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” Qs. Ar-Ruum: 31,32) kemudian Qs. Al-Baqarah: 103, 105 Qs. Al-An’aam: 59 Qs. Al-Anfaal: 46
4. Perlunya saling tolong menolong dan kerjasama Qs. Al-Maidah: 2 Qs. Al-Anfaal: 74 dan Qs. At Taubah: 71

Demikian pula dalam pendidikan Islam, organisasi juga dibutuhkan. Organisasi pendidikan Islam dapat dipahami sebagai wadah berkumpulnya beberapa orang yang saling bekerja sama dan beriteraksi dalam menerapkan dan mewujudkan tujuan pendidikan Islam dengan tetap berlandaskan kepada nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri.


B. Ruang Lingkup Organisasi pendidikan islam

1.Bentuk-bentuk Organisasi
Ditinjau dari aspek pembentukanya.
a.Organisasi formal
Yaitu organisasi yang dengan penuh kesadaran dan dengan sengaja dibentuk, di mana didalamnya terdapat suati sistem dan hierarki hubungan, wewenang, tugas dan tanggung jawab para anggota demi terlaksananya suatu kerja sama dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Organisasi yang diatur dengan ketentuan-ketentuan formal (misalnya, Anggaran dasar, Anggaran rumah tangga, peraturan-peraturan yang tertulis lainnya)
b.Organisasi informal
Yaitu organisasi yang muncul karena tidak ditentukan oleh peraturan-peraturan, melainkan dengan spontan terwujud karena (a) persamaan kebutuhan, perasaan, hobi dsb. (b) persamaan asal daerah, persamaan alumni asal universitas. Dalam organisasi ini komunikasi tidak melalui hierarki yang formal, mereka dapat berkomunikasi secara informal. Organisasi informal merupakan kelompok yang tidak resmi tetapi mempengaruhi kehidupan dan aktivitas perseorangan. Tujuan organisasi ini tidak sepenuhnya disadari karena terjalin lewat hubungan-hubungan pribadi yang tidak tertulis.

Organisasi kaitan hubungan dengan pemerintah
a.Organisasi resmi, yaitu organisasi yang dibentuk oleh (atau ada hubungannya dengan) pemerintah. Misalnya jawatan-jawatan, lembaga-lembaga pemerintahan, perusahaan-perusahaan Negara dll.
b.Organisasi tidak resmi, yaitu organisasi yang tidak ada hubungannya dengan pemerintah. Misalnya organisasi-organisasi swasta
Berdasarkan skala (ukuran) besar-kecil :
a.Organisasi besar
b.Organisasi menengah
c.Organisasi kecil


Berdasarkan tujuannya

a.Public organizations, tujuannya untuk kepentingan umum, tanpa memperhitungkan untung-rugi, tujuannya pelayanan dan bukan laba.
b.Business Organization, organisasi yang didirikan untuk tujuan komersil (mendapatkan laba)
Organisasi berdasarkan jenis wewenang dan bentuknya
a.Organisasi lini (line Organizations)
Kekuasaan berjalan secara langsung dari atasan ke bawahan, langsung dari manajemen kepada orang-orang, sampai setiap orang tercakup didalamnya.
b.Organisasi fungsional
Suatu organisasi di mana pimpinan tertinggi melimpahkan wewenangnya kepada kepala unit structural yang memimpin kelompok yang menduduki jabatan fungsional.
c.Organisasi lini dan staff
Pada tipe organisasi lini dan staff, asas kesatuan komando tetap dipertahankan. Pelimpahan wewenang berlangsung secara vertical dan sepebuhnya dari pimpinan tertinggi kepada unit di bawahnya.
d.Organisasi lini dan fungsional
Suatu bentuk organisasi dimana pimpinan tertinggi melimpahkan wewenang para pejabat fungsional.
e.Organisasi gabungan
Merupakan perpaduan dari ketiga bentuk organisasi yang meliputi, struktur organisasi lini, fungsional, lini dan staf

f.Organisasi matrixs
Bentuk organisasi yang paling mutakhir dan gabungan dari berbagai bentuk organisasi yang sudah ada sebelumnya
g.Sekolah sebagai organisasi
Sekolah adalah organisasi sosial yang diselenggarakan dan dirancang sedemikian rupa yang mengutamakan kegiatannya dalam bidang pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara nasional, regional maupun institusional. Untuk melaksanakan itu sekolah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dan kepimpinan sebagaimana umunya organisasi formal.

Klasifikasi organisasi Pendidikan dilihat dari penyelenggaraan pendidikannya, ada 5 kelompok yaitu :
a.Sekolah bermutu rendah, yaitu sekolah yang hanya dapat menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelayanan kepada warga sekolah sesuai dengan standar minimal nasional.
b.Sekolah bermutu sedang (normal), yaitu sekolah yang sudah dapat menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelayanan kepada warga sekolah sesuai dengan standar nasional walaupun belum mencapai hasil yang maksimal. Misalnya nilai peserta didik UN berkisar angka 7.
c.Sekolan bermutu atau maju, yaitu sekolah yang sudah dapat menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelayanan secara maksimal.
d.Sekolah unggul, yaitu menyelenggarakan pendidikan dan pelayanan kepada waga sekolah melebihi standar nasional.
Berdasarkan jumlah peserta didik, maka sekolah dapat dibagi menjadi 5 kelompok yaitu :
a.Sekolah sangat kecil, sekolah yang jumlah peserta didik per kelas kurang atau maksimal hanya 20 orang
b.Sekolah kecil, yaitu sekolah apabaila jumlah peserta didik lebih dari 20 orang dan kurang dari 40 siswa.
c.Sekolah sedang (normal), peserta didik minimal 40 (ukuran kelas normal) atau lebih siswa atau maksimal memiliki memiliki kelas parallel antara 1 sampai dengan 6 kelas
d.Sekolah besar, jumlah peserta didik setia tingkatan 40 orang atau lebih dan maksimal memiliki kelas paralel antara 7 sampai dengan 10 kelas.
e.Sekolah sangat besar, jumlah peserta didik setiap tingkatan 40 atau lebih dan memilki kelas parallel lebih dari 10 kelas setiap tingkatan.
Yayasan atau pengelola penyelenggarakan pendidikan dapat dikelompokan berdasarkan satuan pendidikan yaitu :
a.Yayasan pendidikan kecil apabila mengelola satuan penddikan berjumlah maksimal dua satuan pendidikan.
b.Yayasan pendidikan sedang apabila mengelola satuan penddikan berjumlah maksimal lima satuan pendidikan.
c.Yayasan pendidikan besar apabila mengelola satuan penddikan berjumlah minimal lima satuan pendidikan dalam satu lokasi daerah.
d.Yayasan sangat besar apabila mengelola minimal satuan pendidikan dakam satu l lokasi daerah (daerah induk) serta memilikim cabang-cabang lain diluar daerah induk
Pengelompakkan yayasan Berdasarkan mutu satuan pendidikan yaitu :
a.Yayasan pendidikan bermutu rendah, menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelayanan warga sekolah sesuai dengan standar minimal nasional.
b.Yayasan pendidikan bermutu sedang, menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelayanan warga sekolah sesuai dengan standar nasional walaupun belum mencapai hasil yang maksimal
c.Yayasan pendidikan bermutu unggul, menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelayanan warga sekolah sesuai dengan standar nasional maksimal ataupun bahkan melebihi standar nasional.


BAB II


A.Pengembangan Organisasi/Kelembagaan Pendidikan Islam
1.Pengertian Pengembangan Organisasi


Menurut Warren G. Bennis, Pengembangan organisasi adalah suatu jawaban terhadap perubahan, suatu strategi pendidikan yang kompleks yang diharapkan untuk merubah kepercayaan, sikap, nilai dan susunan organisasi, sehingga organisasi dapat lebih baik dalam menyesuaikan dengan teknolgi, pasar, dan tantangan yang baru serta perputaran yang cepat dari perubahan itu sendiri
2.Sedangkan menurut Richard Beckard, pengembangan organisasi adalah suatu usaha (1) berencana, (2) meliputi organisasi keseluruhan, dan (3) diurus dari atas, untuk (4) meningkatkan efektivitas dan kesehatan organisasi melalui (5) pendekatan berencana dalam proses organisasi, dengan memakai pengetahuam ilmu perilaku.
3.Menurut Wendell L. French & Cecil H. Bell, Jr, bahwa pengembangan organisasi adalah usaha jangka panjang untuk menyempurnakan proses pemecahan masalah dan pembaharuan organisasi, khususnya melalui manajemen yang lebih efektif dan kerja sama budaya organisasi-dengan member tempat khusus pada budaya tim kerja formal- dengan bantuan agen perubahan, atau “katalisator” dan memakai teori serta teknologi ilmu perilaku terapan, termasuk riset tindakan
Dari defines diatas dapat diambil diambil inti penting dalam pengembangan organisasi yaitu :
-Pengembangan organisasi merupakan jawaban terhadap jawaban
-Pengembangan organisasi merupakan usaha penyesuaian dengan hal-hal baru
-Pengembangan organisasi merupakan usaha berencana
-Pengembangan organisasi usaha untuk menyempurnakan organisasi, usaha jangka panjang, usaha memecahkan masalah, usaha yang dapat dilakukan oleh para pejabat dari dalam organisasi sedir atau dengan bantuan ahli dari luar organisasi.

Dalam menghadapai berbagai tantangan penyebab perubahan tersebut, organisasi dapat menyesuaikan diri dengan jalan :
a.Merubah struktur yaitu menambah satuan, mengurangi satuan, merubah kedudukan satuan, menggabungakan beberapa satuan menjadi satuan yang lebih besar, memecah satuan besar menjadi satuan-satuan yang lebih kecil, merubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi atau sebaliknya, merubah luas sempitnya tentang kontrol, merinci kembali kegiatan tugas, menambah pejabat, mengurangi pejabat.
b.Merubah tatakerja yang meliputi tatacara, tataaliran, tatatertib, dan syarat-syarat melakukan pekerjaan
c.Merubah orang, dalam pengertian merubah sikap, tingkah laku, perilaku, meningkatkan pengetahuan, meningkatkan keterampilan dari para pejabat.
d.Merubah peralatan kerja.

2.Beberapa tehnik pengembangan organisasi
a.Latihan kepekaan (sensitif Training) atau dinamakan pula dengan “T-Group”. Latihan kepekaan merupakan tehnik latihan dalam kelompok dengan maksud untuk mempertajam daya peka, kecepatan reaksi, mempertajam perasaan dalam menghadapi masalah yang timbul.
b.Latihan Jaringan (Grid Training), salah satu tehnik pengembangan organisasi yang dikembangkan berdasarkan jaringan menejerial (Menejerial grid) dari Robert blakke dan jane Mouton. Dalam tehnik dikenal ada dua macam perilaku pimpinan, yaitu perilaku pimpinan dengan perhatian pada produksi, dan perilaku pimpinan dengan perhatian pada orang.

c.Umpan balik survai (survey feedback)
Tehnik umpan balik survai berupa usaha pengumulan data dari para anggota organisasi yang berhubungan dengan sikap, tingkah laku, hubungan motivasi, kepusasaan kerja serta berbagai perasaan lain.
d.Konsultasi proses (process consultation)
Tehnik ini dikembangkan oleh edgar Schein, ini merupakan seperangkat kegiatan dari konsultasi untuk memberikan bantuan kepada para anggota organisasi dalam merasakan, mengerti, dan bertindak terhadap peristiwa-peritiwa tentang proses yang terjadi didalam lingkung organisasi.
e.Perdamaian oleh pihak ketiga (third-party peacemaking)
Tehnik ini dikenalkan oleh Richard Walton. Tehnik ini digunakan untuk mendiagnosis sebab-sebab terjadinya pertentangan dan usaha menyelesaikan pertentangan tersebut dengan bantuan pihak ketiga.
f.Pembentukan tim (Team Building)
Pembentukan tim sebagai salah satu tehnik pengembangan organisasi dimaksudka agar dapat menyesuaikan dengan masalah yang timbul yang perlu dipecahkan. Tim bersifat sementara selalu berubah sesuai dengan perubahan masalah yang timbul.

B.Prinsip-prinsip Pengembangan Organisasi Pendidikan.
Lembaga administrasi Negara RI (1997) mengemukakan adanya 13 azas atau prinsip dalam penyusunan kelembagaan pemerintah, termasuk didalamnya Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan sekolah sebagai lembaga formal yang mengelola kegiatan pendidikan. Ketiga belas azas itu adalah :
1.Azas kejelasan tujuan
Organisasi diciptakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, dalam penyusunan organisasi harus jelas kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai

2.Azas pembagian tugas
Adanya tanggung jawab dalam penyelenggaraan
3.Azas Fungsional
Dalam pelaksanaan tugas pemerintah harus ada satu instasi yang secara fungsional paling bertanggung jawab.
4.Azas pengembangan jabatan fungsional.
Tidak hanya berorientasi pada jabatan structural, melainkan juga pada jabatan fungsional
5.Azas Koordinasi
Dalam penyusunan organisasi agar memungkinkan terwujudnya koordinasi dalam pelaksanaan tugas-tugas.
6.Azas kesinambungan
Harus ada kesinambungan kebijaksanaan dan program, tanpa ketergantungan pada pejabat tertentu
7.Azas kesederhanaan
Organisasi harus secara mudah menggambarkan dengan jelas siapa unit dan mengerjakan apa, bekerja dengan siapa, dengan cara bagaimana.
8.Azas keluwesan
Hendaklah organisasi selalu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan keadaan.
9.Azas Akordion
Organisasi dapat berkembang atau menciut sesuai beban kerjanya, tetapi tidak boleh menghilangkan fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan
10. Azas pendelagasian wewenang
Menentukan tugas-tugas/wewenang apa yang perlu didelegasikan dan tugas-tugas/wewenang apa yang dipegang pimpinan puncak.
11. Azas rentang kendali
Dalam menentukan jumlah satuan organisasi atau orang-orang yang dibawahi seorang pejabat pimpinan perlu diperhitungkan secara rasional.
12. Azas Jalur dan staf
Dalam menyusun organisasi, perlu adanya kejelasan antara tugas pokok dan penunjang
13. Azas kejelasan dalam pembaganan
Mengharuskan setiap organisasi menggambarkan struktur organisasi dalam bentuk bagan organisasi.


C.Faktor-faktor penunjang dan penghambat pengembangan organisasi pendidikan Islam

1. Faktor –faktor penghambat pengembangan Organisasi Pendidikan Islam
a. Adanya figur pemimpin yang sangat kuat dalam menentukkan kebijakan sehingga dalam proses pengembangan organisasi berjalan lambat bahkan tidak mau menerima perubahan yang baru
b. Struktur organisasi yang tidak efisien dan ketidakjelasan dalam pembagian tugas dan wewenang
c.Perilaku organisasi yang tertutup dan tidak transparan
d. Kurangnya kecakapan, pengetahuan, serta pengalaman dan kemampuan SDM dalam pengembangan organisasi dan pelaksanaan kerja yang efisien
e. Tidak adanya dana, bahan-bahan dan peralatan fisiknya.
f. Budaya organisasi/ Kultur yang kaku serta malas sehingga kurang terciptanya budaya yang maju dan penuh persaingan bahkan budaya seperti Budaya baca, meneliti, menulis, berdiskusi, kurang ditumbuhkembangkan.


2.Faktor –faktor penunjang pengembangan Organisasi Pendidikan Islam
a.Dengan kemajuan pengetahuan, teknologi dan informasi saat ini, setiap guru dan karyawan yang terlibat di organisasi pendidikan Islam bisa dengan mudah diakses dan bisa dipelajari dan diterapkan dalam organisasi pendidikan Islam
b.Peluang dalam menjalin kemitraan dan memperluas jaringan amat luas, terlebih jika ada seorang yang mempunyai figur/kyai/ulama yang sangat kuat dimasyarakat. Biasanya mudah dalam menjalin kerjasama dan membangun kemitraan dalam rangka pengembangan organisasi
c.Banyaknya lembaga training dan seminar lainnya yang bisa diikuti dalam mengembangkan potensi dan kompetensi personalia.


DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen Pendidikan, (Bandung : Alfabeta,2008), Cet. Ke-1

Sutarto, dasar-dasar organisasi (Yogyakarta: Gadjah Mada University press, 1991)

Mulyono, MA, Manajemen administrasi dan organisasi pendidikan (Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008)

Purwanto, Ngalim M, Drs., MP., Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung : PT. Rosdakarya, 2007), Cet. Ke- 17
Ramayulis, H., Prof. DR.. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002)

Melayu S.P Hasibuan, Manajemen: dasar, pengertian dan masalah. (Jakarta: Haji Masagung, 1992)


web Site
http://www.Kmpk.ugm.ac.id/data/smpkk/4a_organisasi

Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan dan organisasi (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Negara, 1999)

Yusak burhanuddin, Administrasi Pendidikan untuk Fakultas Tarbiyah Kompenen MKDK (Bandung: Pustaka setia, 2005)

Melayu S.P Hasibuan, Manajemen: dasar, pengertian dan masalah. (Jakarta: Haji Masagung, 1992)

Sutisna, Oteng, Administrasi Pendidikan : Dasar Teoritis untuk Praktik Profesional, (Bandung : Angkasa, 1993), h. 207

O’Conner, T..,Foundations of Organization Theory. Artikel ini diakses pada tanggal 07 Juni 2009 dari : http://www.ap.su.edu/oconnort/4000/4000lect01.htm.

SILABI MPI


INSTITUT PTIQ JAKARTA
PROGRAM PASCASARJANA
TAHUN AKADEMIK 2009/2010

KONTRAK PERKULIHAN & SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

1. Umum
Mata Kuliah : Manajemen Pendidikan Islam
Bobot : 3 sks
Kode Mata Kuliah : ….
Program Studi : Pendidikan Islam
Semester : II A & B
Mata Kuliah Prasyarat : Pengantar Manajemen & Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA.

2. Kompetensi Dasar
Mahasiswa memiliki pemahaman tentang manajemen pendidikan Islam, baik landasan filosofis dan religius, teori manajemen pendidikan Islam, maupun strategi pengembangan institusi pendidikan Islam, sehingga mampu mengidentifikasi berbagai permasalahan seputar pendidikan Islam dan memecahkannya dengan pendekatan manajemen modern berbasis nilai-nilai Islam.

3.Standar Kompetensi

Mahasiswa memiliki pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan dalam mengidentifikasi berbagai permasalahan pengembangan pendidikan Islam dan memberikan solusi dengan pendekatan dan teori manajemen berbasis nilai-nilai Islam.


4. Deskripsi Mata Kuliah
Mata kuliah ini difokuskan pada kajian mengenai manajemen pengembangan pendidikan berbasis nilai-nilai Islam. Kajian mata kuliah ini meliputi konsep dasar manajemen, konsep dasar pendidikan Islam, prinsip-prinsip dasar manajemen pendidikan Islam, bentuk-bentuk manajemen pendidikan Islam, model-model pengembangan manajemen institusi pendidikan Islam (sekolah, madrasah, dan pesantren), manajemen berbasis sekolah, manajemen mutu pendidikan Islam, manajemen sumber daya manusia dalam pendidikan Islam, manajemen organisasi dalam pendidikan Islam, model kepemimpinan dalam pendidikan Islam, dan berbagai isu kontemporer mengenai pengembangan pendidikan Islam (kurikulum, ketenagaan, desentralisasi, otonomi daerah, multikulturalisme, dan sebagainya)


5.Indikator Kompetensi
Setelah berpartisipasi aktif dalam perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu sebagai berikut:
1. Menjelaskan pengertian, tujuan, sumber-sumber, ruang lingkup, komponen, dan faktor-faktor pendidikan Islam;
2. Menjelaskan pengertian, tujuan, ruang lingkup, komponen, dan bentuk-bentuk manajemen pendidikan Islam;
3. Membedakan prinsip-prinsip manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan sekuler (Barat);
4. Menguraikan bentuk-bentuk manajemen pendidikan Islam dengan membuat perencanaan, pengorganisasi, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan Islam secara efisien dan efektif;
5. Menunjukkan model-model pengembangan manajemen institusi pendidikan Islam yang relevan dengan tuntutan perkembangan iptek dan modernitas;
6. Merancang manajemen berbasis sekolah pada lembaga-lembaga pendidikan Islam;
7. Menerapkan manajemen mutu pendidikan Islam dengan menerapkan TQM (Total Quality Management);
8. Mengembangkan manajemen sumber daya manusia dalam pendidikan Islam;
9. Menjelaskan manajemen organisasi dalam pendidikan Islam secara efektif;
10. Menganalisis model kepemimpinan dalam pendidikan Islam dan memberi penilaian yang positif terhadap model kepemimpinan yang relevan dengan kebutuhan dan tuntutan sosial pendidikan;
11. Merespons berbagai isu-isu kontemporer mengenai pengembangan pendidikan Islam (kurikulum, ketenagaan, sarana prasarana, desentralisasi, otonomi daerah, multikulturalisme, dan sebagainya)
12. Mengaplikasikan nilai-nilai moral (etika) Islam dalam pengembangan manajemen pendidikan Islam.

6. Buku Sumber/Referensi
Abu-Duhaou, Ibtisam, School-Based Management (Manajemen Berbasis Sekolah), Penerjemah Noryamin Aini, dkk., Jakarta: Logos, 2002.
Arikunto, Suharsimi, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Bakkâr, ‘Abd al-Karîm, Hawla al-Tarbiyah wa al-Ta’lîm, Damaskus: Dâr al-Qalam, 2001.
Al-Buraey, Muhammad, Management and Administration in Islam: An Islamic Perspective to Administrative Development, Dahran: King Fahd University of Petrolium and Minerals, 1990.
Chan, Sam M., Analisis SWOT Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, Jakarta: Rajawali Pers, 2005.
Danim, Sudarwan, Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Dess, Gregory G. & Alex Miller, Strategic Management, New York: McGraw Hill, 1993.
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Halim, A., dkk., Manajemen Pesantren, Yogyakarta: LkiS, 2005.
HAR., Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.
M., Sufyarma, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta, Cet. II, 2004.
Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos, Cet. II, 1999.
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: Logos, 1999.
--------, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, Yogyakarta: Safiria Insania, 2003.
Masyhud, Sulthon, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003.
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2006.
Mulayasa, E., Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.
Al-Nahlâwi, ‘Abd al-Rahmân, Ushûl al-Tarbiyah al-Islâmiyyah, Damaskus: Dâr al-Fikr, 2003.
Rahim, Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos, 2001.
Sa’ud, Udin Saefuddin dan Abin Syamsuddin Makmun, Perencanaan Pendidikan: Suatu Pendekatan Komprehensif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Shaleh, Abdurrahman, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa, Jakarta: Rajawali Pers, 2005.
Sherman, Arthur W., et.al., Managing Human Resources, Ohio: South Western Publishing, 1988.
Stoner, James A.F. dan R. Edward Freeman, Manajemen, Jilid I dan II, penerjemah Benyamin Malon, Jakarta: Intermedia, 1992.
Suhendra dan Mardiyah, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Suprayogo, Imam, Reformulasi Visi Pendidikan Islam, Malang: STAIN Press, 1999.
Suwardi, Manajemen Pembelajaran: Menciptakan Guru Kreatif, Salatiga: STAIN Salatiga, 2007.
Thom, Douglas J. Educational Management and Leadership: Word, Spirit, and Deed for a Just Society, Calgary: Detselig Enterprises, Ltd., 1993.
Tobroni, The Spiritual Leadership, Malang: UMM Press, 2005.
‘Ubaidât, Zaha’uddîn Ahmad, al-Qiyâdah wa al-Idârah al-Tarbawiyyah fi al-Islâm, Kairo: Dâr al-Bayâriq, 2001.
Uwes, Sanusi, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, Jakarta: Logos, Cet. II, 2003.

8. Strategi Perkuliahan
Agar perkuliahan ini efektif dan efisien, dipandang perlu diberlakukan strategi sebagai berikut:
a. Pada awal pertemuan, dengan metode ceramah dan tanya-jawab atau dialog, dosen akan memberikan orientasi dan kontrak perkuliahan, sambil menjelaskan ruang lingkup dan model perkuliahan yang hendak dilakukan bersama.
b. Pada pertemuan kedua dan seterusnya sampai akhir perkuliahan, metode yang banyak digunakan adalah seminar. Dalam hal ini, kelompok mahasiswa yang ditentukan diwajibkan menyiapkan dan mempresentasikan makalah.
c. Agar materi yang telah didiskusikan lebih “membekas” dan lebih memadai, setiap kelompok yang telah mendiskusikan makalahnya diwajibkan memperbaiki sesuai saran, kritik dan masukan dari forum perkuliahan dan mengumpulkannya kembali di akhir perkuliahan.
Dengan demikian, mahasiswa dituntut tidak hanya aktif dalam forum perkuliahan, melainkan juga dibiasakan untuk mencari dan mengembangkan substansi perkuliahan di luar forum perkuliahan.


9. Kriteria Penilaian
Penilaian akan dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
Nilai Poin Rentang nilai
A 4 ≥85
B 3 70-84
C 2 60-69
D 1 48-59
TL 0 ≤47

Dalam menentukan nilai akhir akan digunakan pembobotan sebagai berikut:

No Aspek yang dinilai Persentase
1 Kehadiran 10%
2 Partisipasi dan kemampuan Akademik 10%
3 Tugas individual 10%
4 Evaluasi/Ujian Tengah Semester (UTS) 30%
5 Evaluasi/Ujian Akhir Semester (UAS) 40%


10. Etika Perkuliahan
Agar perkuliahan ini tertib, demokratis, dan benuansa Islami, dipandang perlu diberlakukan etika perkuliahan sebagai berikut:
1. Mahasiswa/i harus berpakaian sopan dan menutupi aurat: tidak tipis dan tembus pandang, tidak ketat dan membentuk tubuh, tidak memakai kaos oblong, celana dan atau baju robek; dan tidak memakai celana atau baju jeans.
2. Mahasiswa wajib memakai sepatu (sandal atau sepatu sandal tidak boleh dipakai saat kuliah)
3. Mahasiswa dilarang berambut gondrong (rambut harus disisir rapi) dan tidak memakai asesoris seperti: anting, kalung atau gelang yang berlebihan.
4. Mahasiswa/i harus di rung perkuliahan kurang dari 15 menit sebelum perkuliahan dimulai.
5. Mahasiswa/i yang terlambat hadir kurang dari 15 menit dibolehkan mengikuti perkuliahan.
6. Perkuliahan dimulai dengan salam dan membaca basmalah bersama, dan diakhiri dengan membaca hamdalah dan salam.
7. Mahasiswa yang tidak mematuhi etika ini akan diberikan sanksi akademik, mulai dari teguran lisan hingga diskualifikasi/tidak boleh mengikuti ujian.

Jakarta, 10 April 2008
Dosen Pengampu,




Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA.



Ketentuan Penyusunan Makalah:

1. Tebal makalah minimal = 10 halaman (Kertas A4, 1,5 spasi, time new roman 12, margin kiri-atas 3,5 cm kanan-bawah 3 cm)
2. Penulisan catatan berbentuk footnote sesuai pedoman yang berlaku.
3. Sistematika penulisan standar (pendahuluan: 1 halaman, pembahasan (analisis terintegrasi dalam uraian) = pengertian, tujuan ….. sekitar 8 halaman, dan kesimpulan + daftar pustaka sekitar 1 halaman.
4. Jumlah referensi (buku, jurnal, artikel dari internet/koran, dll) minimal = 5 buah …







منهج ومساق الإدارة التعليمية الإسلامية
كلية الدراسات الإسلامية جامعة شريف هداية الله الإسلامية الحكومية بجاكرتا

أ. البيانات العامة
1) اسم المادة : الإدارة التعليمية الإسلامية
2) الساعة المعتمدة : 3 ساعات
3) رمز المادة : -
4) الفصل الدراسي : 2
5) المادة المشروطة : مبادئ علم الإدارة وعلم التربية

ب. الكفاية الأساسية
يتوقع الطلاب بعد مشاركتهم في المحاضرات أن يفهموا نظريات الإدارة التربوية والتعليمية الإسلامية فهما جيدا، كما يتمكنوا من ترسيخها على المنطلقات الفلسفية والشرعية، وتطويرها في المؤسسات التربوية الإسلامية، مما يقدرون به على تشخيص عدة مشاكل تدور حول التربية والتعليم وعلاجها وفقا لمداخل ومعطيات الإدارة التعليمية الإسلامية الحديثة.

ج. معايير الكفاية
بعد المشاركة في المحاضرات والمناقشات الفعالة، يرجى من الطلاب أن يفهموا فهما جيدا عدة مشاكل تتعلق بتطوير الإدارة التربوية الإسلامية ويقدروا على إيجاد حلولها في ضوء الأسس والمنطلقات والنظريات الإدارية الحديثة والقيم الإسلامية.

د. وصف المادة
هذه المادة تركز على دراسات في إدارة تطوير التربية الإسلامية. ويشمل نطاق هذه المادة محاور تدور حول: مفاهيم أساسية للإدارة، ومفهوم الإدارة التعليمية الإسلامية، والفرق بينها وبين الإدارة التعليمية الغربية، وأسس إدارة التربية الإسلامية، ووظائف الإدارة التعليمية الإسلامية، ونماذج تطوير إدارة المؤسسات التعليمية الإسلامية (المدارس والمعاهد والجامعات)، والإدارة على أساس المدرسة، وإدارة الجودة في التربية الإسلامية، والقيادة التربوية في الإسلام، وعدة قضايا معاصرة ترتبط بالإدارة التعليمية الإسلامية.

هـ. مؤشرات الكفاية
بعد المشاركة الفعالة في عمليات المحاضرة، يتوقع أن يتمكن الطلاب مما يلي:
1. توضيح مفهوم التربية الإسلامية، ومحاورها، وأهمياتها، وأهدافها، ومكوناتها وعواملها.
2. توضيح مفهوم الإدارة، ومحاورها، وأهمياتها، وأهدافها، ومكوناتها وعواملها.




1. Menjelaskan pengertian, tujuan, sumber-sumber, ruang lingkup, komponen, dan faktor-faktor pendidikan Islam;
2. Menjelaskan pengertian, tujuan, ruang lingkup, komponen, dan bentuk-bentuk manajemen pendidikan Islam;
3. Membedakan prinsip-prinsip manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan sekuler (Barat);
4. Menguraikan bentuk-bentuk manajemen pendidikan Islam dengan membuat perencanaan, pengorganisasi, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan Islam secara efisien dan efektif;
5. Menunjukkan model-model pengembangan manajemen institusi pendidikan Islam yang relevan dengan tuntutan perkembangan iptek dan modernitas;
6. Merancang manajemen berbasis sekolah pada lembaga-lembaga pendidikan Islam;
7. Menerapkan manajemen mutu pendidikan Islam dengan menerapkan TQM (Total Quality Manajement);
8. Mengembangkan manajemen sumber daya manusia dalam pendidikan Islam;
9. Menjelaskan manajemen organisasi dalam pendidikan Islam secara efektif;
10. Menganalisis model kepemimpinan dalam pendidikan Islam dan memberi penilaian yang positif terhadap model kepemimpinan yang relevan dengan kebutuhan dan tuntutan sosial pendidikan;
11. Merespons berbagai isu kontemporer mengenai pengembangan pendidikan Islam (kurikulum, ketenagaan, sarana prasarana, desentralisasi, otonomi daerah, multikulturalisme, dan sebagainya)
12. Mengaplikasikan nilai-nilai moral (etika) Islam dalam pengembangan manajemen pendidikan Islam.