Rabu, 27 Januari 2010

Makalah : MODEL-MODEL KEBIJAKAN PUBLIK


MAKALAH
DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SATU TUGAS
MATA KULIAH :
KEBIJAKAN DAN STUDI KOMPARASI
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Dosen : Prof. Dr. Armai Arief, MA
Asisten : Solehudin

Oleh : Muhammad Anwari Abdul Hakim el-Batawi
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)
INSTITUT PTIQ JAKARTA
2009


I. PENDAHULUAN
Kebijakan (policy) seringkali disamakan dengan istilah seperti politik, program, keputusan, undang-undang, aturan, ketentuan-ketentuan, kesepakatan, konvensi, dan rencana strategis.
Kebijakan Publik (Public Policy) juga bisa diartikan sebagai keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak. Menyeimbangkan peran negara yang mempunyai kewajiban menyediakan pelayan publik dengan hak untuk menarik pajak dan retribusi; dan pada sisi lain menyeimbangkan berbagai kelompok dalam masyarakat dengan berbagai kepentingan serta mencapai amanat konstitusi .
Sebenarnya dengan adanya definisi yang sama dikalangan pembuat kebijakan, ahli kebijakan, dan masyarakat yang mengetahui tentang hal tersebut tidak akan menjadi sebuah masalah yang kaku. Namun, diharapkan adanya titik temu dalam persepsi kebijakan itu sendiri.
Memang dalam kenyataan bahwa kebijakan yang lahir belum tentu menyenangkan dan dapat diterima oleh semua yang terkena sekaligus pelaksana kebijakan tersebut, mamun jika kebijakan tersebut tidak diambil, bisa jadi pula dapat merugikan semuanya. Sehingga dengan demikian kebijakan merupakan suatu keharusan sebagai suatu dinamisasi dalam penomena dan permaslahan yang ada.
Dalam hal ini, penulis ingin menyampaikan makalah yang berkenaan dengan model-model kebijakan, dalam kaitannya dengan kebijakan publik. Sehingga dengan demikian diharapkan adanya persepsi dan pemahaman tentang model kebijakan dan kebijakan publik itu sendiri.




II. PEMBAHASAN
A. Konsep Tentang Model Kebijakan
Berbicara tentang model kebijakan, maka ada banyak definisi/pengertian tentang konsep model. Model digunakan karena adanya eksistensi masalah publik yang kompleks. Model juga merupakan pengganti kenyataan (a model is an abstraction of reality).
Disamping itu Model juga merupakan representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan tertentu.
Model kebijakan dinyatakan dalam bentuk konsep/teori, diagram, grafik atau persamaan matematis.
Model kebijakan publik juga adalah :
 Hubungan antara unit-unit pemerintah dengan lingkungannya. (Anderson)
 Apa yang dilakukan dan apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah (Thomas Dye)
 Suatu rangkaian tindakan yang saling berkaitan (Ronald Rose)
 Suatu usulan arah tindakan atau kebijakan yang diajukan oleh seseorang
B. Karakteristik Model Kebijakan Publik
Secara garis besar bahwa model dalam kebijakan publik itu memiliki karakteristik, sifat dan ciri tersendiri. Karakteristik tersebut antara lain ialah:
Model dalam kebijakan publik itu harus Sederhana & jelas (clear)
Ketepatan dalam indentifikasi aspek penting dalam problem kebijakan itu sendiri (precise)
Menolong untuk pengkomunikasian (communicable)
Usaha langsung untuk memehami kebijakan publik secara lebih baik (manageable)
Memberikan penjelasana & memprediksi konsekuensi (consequences)
C. Model Pembuatan Kebijakan
Ada beberapa pendapat para ahli tentang model dalam hal pembuatan kebijakan, antara lain:
PENDAPAT DARI YHEKZKEL DROR :
1. Pure Rationality Model
Yaitu model pembuatan kebijakan yang didasarkan pada rasionalitas murni dalam pembuatan model.
2. Economically Rationality Model
Yaitu model pembuatan kebijakan yang didasarkan pada penekanan efesiensi dan ekonomis.
3. Sequential-Decision Model
Yaitu model pembuatan kebijakan yang didasarkan pada pembuatan eksperimen untuk penentuan alternatif sehingga tercapai keputusan yang paling efektif.
4. Inceremental Model
Yaitu model pembuatan kebijakan yang didasarkan pada perubahan sedikit demi sedikit.
5. Satuisfycing Model
Yaitu model pembuatan kebijakan yang didasarkan pada alternatif pertama yang paling memuaskan
6. Extra-Rational Model
Yaitu model pembuatan kebijakan yang didasarkan pada yang paling rasional dan paling optimal
7. Optimal Model
Merupakan kebijakan dengan model integratif, yaitu kebijakan kepada identifikasi masalah, keguanaan praktis, memperhatikan alokasi sumber-sumber, penentuan tujuan yang akan dicapai, pemilihan alternatif prograam, peramalan hasil & mengevaluasi alternatif terbaik .

PENDAPAT DARI E. S. QUADE TANTANG MODEL KEBIJAKAN :
 Model Analitik
 Model Simulasi
 Model Permainan
 Model Penilaian
MODEL TIPE KEBIJAKAN MENURUT PENDAPAT W. N. DUNN:
 Model Deskriptif: yaitu menjelaskan/memprediksi dan konsekwensi pilihan kebijakan.
 Model Normatif: yaitu menjelaskan, memprediksi, merekomendasi, optimalisasi usaha. Dari model normatif ini, maka lahirlah model-model:
- Model Verbal: berupa ekspresi deskriptif & normatif, berupa: verbal simbol dan prosedural, pakai bahasa sehari-hari, pakai nalar dan beberapa argumen nilai.
- Model Simbolis: yaitu menggunakan simbol matematis untuk menerangkan hubungan, data aktual.
- Model Prosedural: yaitu menggunakan prosedur simulasi, teori pembuatan keputusan (penentuan alternatif), data asumsi (relatif/bobot)
Disamping beberapa teori dan pendapat dari para ahli diatas, maka model kebijakanpun berkembang sesuai dengan kondisi real yang ada. Diantara beberapa model kebijakan yang lainnya adalah:
 MODEL INSTITUSIONAL
 MODEL ELIT-MASSA
 MODEL INKREMENTAL
 MODEL-MODEL GRUP/KLOMPOK
 MODEL SISSTEM
 MODEL RASIONAL
 MODEL PROSES
 MODEL PILIHAN PUBLIK
Setiap model diatas tentunya memiliki fokus yang berbeda tentang kondisi politik dan membantu memahami berbagai perbedaan tentang kebijakan publik.
MODEL INSTITUSIONAL (Policy as Institutional Activity)
Yaitu hubungan antara kebijakan (policy) dengan institusi pemerintah sangat dekat. Suatu kebijakan tidak akan menjadi kebijakan publik kecuali jika diformulasikan, serta diimplementasi oleh lembaga pemerintah.
Menurut Thomas dye: dalam kebijakan publik lembaga pemerintahan memiliki tiga hal, yaitu : 1. legitimasi, 2. universalitas dan ke 3. paksaan.
Lembaga pemerintah yang melakukan tugas kebijakan-kebijakan adalah: lembaga legislatif, eksekutif dan judikatif. Termasuk juga didalamnya adalah lembaga pemerintah daerah dan yang ada dibawahnya.
Masyarakat harus patuh karena adanya legitimasi politik yang berhak untuk memaksakan kebijakan tersebut. Kebijakan tersebut kemudian diputuskan dan dilaksanakan oleh institusi pemerintah.
Undang-undanglah yang menetapkan kelembagaan negara dalam pembuatan kebijkaan. Oleh karenanya pembagaian kekuasanaan melakukan checks dan balances. Otonomi daerah juga meberikan nuansa kepada kebijakan publik.
MODEL ELIT-MASSA (Prefensi Penguasa)
Model ini merupakan abstraksi dari suatu pembuatan kebijakan publik yang identik dengan perspektif elite politik.
Dalam model ini ada 2 lapisan kelompok sosial:
1. Lapisan atas, dengan dengan jumlah yang sangat kecil (elit) yang selalu mengatur.
2. Lapisan bawah (massa) dengan jumlah yang sangat besar sebagai yang diatur.
Kebijakan publik merupakan cerminan kehendak atau nilai-nilai elit yang berkuasa. Isu kebijakan yang akan masuk agenda perumusan kebijakan merupakan kesepakatan dan juga hasil konflik yang terjadi diantara elit politik sendiri.
Masyarakat tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menciptakan opini tentang isu kebijakan yang seharusnya menjadi agenda politik di tingkat atas. Sementara birokrat/administrator hanya menjadi mediator bagi jalannya informasi yang mengalir dari atas ke bawah.
Elit politik selalu ingin mempertahankan status quo, maka kebijakan menjadi konservatif. Perubahan kebijakan bersifat inkremental maupun trial dan error yang hanya mengubah atau memperbaiki kebijakan sebelumnya.
Namun tidak berarti bahwa kebijakan yang dibuat tidak mementingkan aspirasi masyarkat. Sampai level tertentu, mereka tetap membutuhkan dukungan massa, sehingga mereka juga harus memuaskan sebagian kepentingan masyarakat. Tanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat dinggap terletak ditangan elit, bukan ditangan masyarakat.
Di Indonesia peranan elit politik dalam kehidupan politik cukup menonjol. Model ini juga dapat menjadi salah satu alat analisis untuk mengupas proses pembuatan peraturan kebijakan publik.
MODEL INKREMENTAL (Policy as Variatons on the Past)
Model ini merupakan kritik pada model rasional. Pada model ini para pembuat kebijakan pada dasarnya tidak mau melakukan peninjauan secara konsisten terhadap seluruh kebijakan yang dibuatnya. karena beberapa alasan, yaitu:
1. Tidak punya waktu, intelektualitas, maupun biaya untuk penelitian terhadap nilai-nilai sosial masyarakat yang merupakan landasan bagi perumusan tujuan kebijakan.
2. Adanya kekhawatiran tentang bakal munculnya dampak yang tidak diinginkan sebagai akibat dari kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya.
3. Adanya hasil-hasil program dari kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan demi kepentingan tertentu
4. Menghindari konflik jika harus melakukan proses negoisasi yang melelahkan bagi kebijakan baru.
GROUP THEORY (Policy as group equilibrium)
Model kelompok merupakan abstraksi dari proses pembuatan kebijakan. Dimana beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk kebijakan secara interaktif.
Dengan demikian pembuatan kebijakan terlihat sebagai upaya untuk menanggapi tuntutan dari berbagai kelompok kepentingan dengan cara bargaining, negoisasi dan kompromi.
Tuntutan-tuntutan yang saling bersaing diantara kelompok-kelompok yang berpengaruh dikelola. Sebagai hasil persaingan antara berbagai kelompok kepentingan pada hakikatnya adalah keseimbangan yang tercapai dalam pertarungan antar kelompok dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing pada suatu waktu.
Agar supaya pertarungan ini tidak bersifat merusak, maka sistem politik berkewajiban untuk mengarahkan konflik kelompok. Caranya adalah:
1. Menetapkan aturan permainan dalam memperjuangkan kepentingan kelompok
2. Mengutamakan kompromi dan keseimbangan kepentingan
3. Enacting kompromi tentang kebijakan publik
4. Mengusakan perwujudan hasil kompromi
Kelompok kepentingan yang berpengaruh diharapkan dapat mempengaruhi perubahan kebijakan publik. Tingkat pengaruh kelompok ditentukan oleh jumlah anggota, harta kekayaan, kekuatan organisasi, kepemimpinan, hubungan yang erat dengan para pembuat keputusan, kohesi intern para anggota dsb.
Model kelompok dapat dipergunakan untuk menganalisis proses pembuatan kebijakan publik. Menelaah kelompok-kelompok apakan yang paling berkompetensi untuk mempengaruhi pebuatan kebijakan publik dan siapakan yang memiiki pengaruh paling kuat terhadap keputusan yang dibuat.
Pada tingkat impelemntasi, kompetensi antar kelompok juga merupakan salah satu faktor yang menentukan efektifitas bebijkan dalam mencapai tujuan.
MODEL SYSTEM THEORY (Policy as sytem output)
Pendekatan sistem ini diperkenalkan oleh David Eston yang melakukan analogi dengan sistem biologi. Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antara organisme dengan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan dan perubahan hidup yang relatif stabil. Ini kemudian dianalogikan dengan kehidupan sistem politik.
Pada dasarnya terdapat 3 komponen utama dalam pendekatansistem, yaitu: input, proses dan output.
Nilai utama model sistem terhadap analisi kebijakan, adalah:
1. Apa dimensi lingkungan yang menghasilkan permintaan dalam sistem politik.
2. Apa karakteristik sistem politik yang dapat merubah permintaan menjadi kebijakan publik dan memuaskan dari waktu ke waktu.
3. Bagaimana input lingkungan berdampak kepada karakteristik sistem politik.
4. Bagaimana karakteristik sistem politik berdampak pada isi kebijakan publik.
5. Bagaimana input lingkunagn berdampak pada isi kebijakan publik.
6. Bagaimana kebijakan publik berdampak melalui umpan balik pada lingkungan.
Proses tidak berakhir disini, karena setiap hasil keputusan merupakan keluaran sistem politik akan mempengaruhi lingkungan. Selanjutnya perubahan lingkunagn inilah yang akan memepengruhi demands dan support dari masyarakat.
Salah satu kelemahan dari model ini adalah terpusatnya perhatian pada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Seringkali terjadi bahwa apa yang diputusakan oleh permerintah memberi kesan telah dilakukannya suatu tindakan, yang sebenarnya hanya untuk memelihara ketenangan/kestabilan.
Persoalan yang muncul dari pendekatan ini adalah dalam proses penentuan tujuan itu sendiri.
MODEL RASIONAL (Kebijakan sebagai laba sosial maksimum)
Kebijakan rasional diartikan sebagai kebijakan yang mampu mencapai keuntungan sosial tertinggi. Hasil dari kebijakan ini harus memberikan keuntungan bagi masyarakat yang telah membayar lebih, dan pemerintah mencegah kebijakan bila biaya melebihi manfaatnya.
Banyak kendala rasionalitas, Karakteristik rasionaltias sangat banyak dan bervariasi
Untuk memilih kebijakan rasional, pembuat kebijakan harus:
1. Mengetahui semua keinginan masyarakat dan bobotnya
2. Mengetahui semua alternatif yang tersedia
3. Mengetahui semua konsekwensi alternatif
4. Menghitung rasio pencapaian nilai sosial terhadap setiap alternatif
5. Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien.
Asumsi rasionalitas adalah preferensi masyarakat harus dapat diketahui dan dinilai/bobotnya. Harus diketahui nilai-nilai masyarakat secara konprehensif. Informasi alternatif dan kemampuan menghitung secara akurat tentang rasio biaya dan manfaat. Aplikasi sistem pengambilan keputusan.
Pada dasarnya nilai dan kecenderungan yang berkembang dalam masyarakat tidak dapat terdeteksi secara menyeluruh, sehingga menyulitkan bagi pembuat kebijakan untuk mementukan arah kebijakana yang akan dibuat.
Pada akhirnya pendekatan rasional ini cukup problematis dalam hal siapa yang menilai suatu kebijakan. Bersifat rasionalitas ataukan tidak.
MODEL PROSES (Siklus Kebijakan Publik)
Aktivitas politik dilakukan melalui kelompok yang memiliki hubungan dengan kebijakan publik. Hasilnya adalah suatu kebijakan yang berisi:
Identifikasi/pengenalan masalah
Perumusan agenda
Formulasi kebijakan
Adopsi kebijakan
Implementasi kebijakan
Evaluasi kebijakan
MODEL PILIHAN PUBLIK (Opini Publik)
Seharusnya ada keterkaitan anatara opini publik dengan kebijakan publik. Sehingga tidak timbul perdebatan kapan opini publik seharusnya menjadi faktor penentu terpenting yang sangat berpengaruh kepada kebijakan publik.
D. MODEL KEBIJAKAN DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Kebijakan pendidikan adalah suatu penilaian terhadap sistem nilai dan faktor-faktor kebutuhan situasional, yang dioperasikan dalam sebuah lembaga sebagai perencanaan umum untuk panduan dalam mengambil keputusan, agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa dicapai.
Hal menarik lainnya dapat disimak dalam sebuah konstitusi Jepang, yakni Undang-Undang Pendidikan yang ditetapkan pada Tahun 1947. Pokok-pokok undang-undang tersebut adalah i) Prinsip Legalisme, ii) Prinsip Administrasi yang Demokratis, iii) Prinsip Netralitas, iv) Prinsip Penyesuaian dan Penetapan Kondisi Pendidikan, dan v) Prinsip Desentralisasi . Prinsip yang pertama menetapkan bahwa mekanisme pengelolaan diatur dengan undang-undang dan peraturan-peraturan. Sebelum Perang Dunia II masalah pendidikan diputuskan oleh Peraturan Kekaisaran dan pendapat parlemen dan warga negara diabaikan. Namun, setelah reformasi pendidikan pasca perang urusan pendidikan diatur oleh undang-undang dan peraturan di parlemen. Prinsip kedua mengindikasikan bahwa sistem administrasi pendidikan harus dibangun berdasarkan konsensus nasional dan mencerminkan kebutuhan masyarakat dalam membuat formulasi kebijakan pendidikan dan prosesnya. Prinsip ketiga menjamin bahwa kewenangan pendidikan harus independen dan tidak dipengaruhi dan diinterfensi oleh kekuatan politik. Prinsip keempat mengidikasikan bahwa pemegang kewenangan pusat dan lokal mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua dengan menyediakan fasilitas-fasilitas pendidikan yang cukup untuk mencapai tujuan pendidikan. Prinsip kelima menyatakan bahwa pendidikan harus dikelola berdasarkan otonomi pemerintah lokal karena pendidikan merupakan fungsi dari pemerintah lokal.
Dapat disimpulakan bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu produk yang dijadikan sebagai panduan pengambilan keputusan pendidikan yang legal-netral dan disesuaikan dengan lingkungan hidup pendidikan secara moderat.
E. KRITERIA MODEL KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:
1. Memiliki tujuan pendidikan
Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
2. Memenuhi aspek legal-formal
Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.

3. Memiliki konsep operasional
Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
4. Dibuat oleh yang berwenang
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.
5. Dapat dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan efektif.
6. Memiliki sistematika
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem jua, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat serangkaian faktof yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya.
E. SIAPAKAH PEMBUAT KEBIJAKAN PENDIDIKAN ?
Dalam prespektif Halligan, J dan J Power. 1992 dalam buku Political Management in the Nineties dinyatakan bahwa :
...three principle dimensions of policy process in government, expanding on the first model. The three dimensions are:
(i) Administrative. Administrators maintain policy. They are primarily concerned that all regulations are complied with. They strive for impartiality, continuity, and procedural correctness. Administrators tend to be conservative, but are generally willing to follow changes in policy once agreed, as their function is to maintain policy. They strive to assure that any change does not upset stability.
(ii) Management. Managers launch activities within the frameworks given. Management focuses on implementing changes, and thus are primarily concerned with outputs than regulations and procedures.
(iii) Political. The political process within the executive is led by politicians, the elected head of government and ministers, who often rely on their senior officials for political guidance. This function is the steering of change. The political process initiates change, gains endorsement for change by attending to numerous interest for and against change .
Sehingga, sebagai kesimpulannya, bahwa para pembuat kebijakan itu adalah; 1) administrator; 2) manajer; 3) politisi yang berada pada posisi masing-masing sesuai dengan kekuasaan dan kewenangan mereka dalam bidang yang mereka tanggungjawabi.
Para administrator itu akan memberikan program-program yang dirancangnya dari konsep hingga praktis; manajer akan menjabarkan program-program itu dengan pengembangan yang teknis; dan para politisi akan merancang gerakan kebijakan yang mampu mewujudkan perubahan signifikan dalam konteks jangka panjang (long-term) yang mengatur program-program pada tingkatan struktur politik di daerah tempat program-program tersebut diselenggarakan.
III. PENUTUP DAN KESIMPULAN
1. Model-model dalam kebijakan publik merupakan beberapa alternative pilihan dalam mementukan kebjakan apa yang paling tepat yang akan diputuskan dan dilaksanakan.
2. Ketika suatu kebijakan telah diputuskan, maka seluruh komponen harus saling bekerjasama, membantu dalam merealisasikannya
3. Pilihan kepada salah satu model kebijakan, merupakan suatu upaya untuk mementukan arah kedepan yang lebih baik.
4. Orientasi kebijakan public tidak hanya menyenangkan dan memuaskan satu golongan tertentu saja, melaikan harus bersifat universal dan menyeluruh.
5. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kebijakan pendidikan. Integrated, oriented, humanis and islami

IV. DAFTAR PUSTAKA
Conyers, Diana, (1992), Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga (Penterjemah Susetiawan), Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Dunn, William N. (1981), Public Policy Analysis: An Introduction, New Jersey: Prentice Hall
Huttman, Elizabeth Dickerson (1982), Introduction to Social Policy, New York: McGraw-Hill
Kartasasmita, Ginanjar (1996), Kebijakan dan Pembangunan Sosial, Malang: Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya
Meyr, Robert R (1995), Policy and Program Planning: A Developmnt Perspective, Englewood Cliff: Prentice-Hall
Halligan, J dan J Power. (1992), Political Management in the Nineties, Michigan University pulisher
Moekijat (1995), Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Mandar Maju
Quade, E.S. (1982), Analysis for Public Decisions, New York: Elsevier Science
Said Zainal Abidin, (2006) Kebijakan publik, Penerbit Suara Bebas,

Fadillah Putra, (20011) Paradigma kritis dalam studi kebijakan publik: perubahan dan inovasi kebijakan publik dan ruang partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan publik Penerbit Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Universitas Sunan Giri Surabaya

Seri forum warga,(2002) Kebijakan publik dan partisipasi perempuan, Penerbit PATTIRO

Hessel Nogi S. Tangkilisan, (2003) Kebijakan publik yang membumi: konsep, strategi & kasus Penerbit Kerjasama Lukman Offset & Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia
Research and Statistic Planning Division,( 2000), Ministry of Education, Science, Sports and Culture of Japan

1 komentar:

  1. secara global, Mudah2an kita bisa memahami model-model kebijakan, sehingga dalam menetapkan kebijakan bisa dirasakan manfaatnya oleh orang banyak. Bukan untuk kepentingan sendiri apa golongan. Sukses buat pak Anwari yang sudah sangat baik mempresentasikan makalahnya ini.

    BalasHapus